Karakter Industri Pariwisata
Menurut James J. Spillane (1987:87-88) sifat-sifat khusus
mengenai industri pariwisata yaitu:
1. Produk wisata memiliki ciri tidak dapat dipindahkan.
Wisatawan tidak dapat membawa produk wisata ketempat lain, harus datang untuk
menikmati, mengunjungi, produksi wisata yang ditawarkan.
2. Dalam pariwisata produksi dan konsumsi terjadi pada saat
yang sama.
3. Pariwisata memilik berbagai ragam bentuk, oleh karena itu
bidang pariwisata tidak ada standar ukuran yang obj ektif.
4. Langganan tidak dapat menikmati, mengetahui, atau menguji
produk wisata itu sebelumnya, yang dapat dilihat hanya berupa brosur dan
gambar-gambar.
5. Produk wisata memiliki resiko yang besar, industri
pariwisata memerlukan penanaman modal yang besar, sangat peka terhadap
perubahan situasi ekonomi, politik, sikap masyarakat atau kesenangan wisatawan.
Perubahan tersebut dapat menggoyahkan sendi-sendi penanaman modal
kepariwisataan karena mengakibatkan kemunduran usaha yang deras, sedangkan
sifat produk itu relatif lambat untuk menyesuaikan keadaan pasar.
Menurut Yoeti (2008: 67-69) pariwisata memiliki enam
ciri-ciri antara lain:
1. Service Industry
Perusahaan yang membentuk industri pariwisata adalah
perusahaan jasa (service industry) yang masing-masing bekerja sama menghasilkan
produk (good and services) yang dibutuhkan wisatawan selama dalam perjalanan
wisata pada daerah tujuan wisata.
Pengertian-pengertian yang terkandung dalam services industry
antara lain:
a. Penyediaan jasa-jasa pariwisata (tourist supply) berlaku
pula hukum ekonomi dan tidak terlepas dan permasalahan permintaan (demand) dan
penawaran (supply).
b. Penawaran (supply) dalam industri pariwisata tidak
tersedia bebas akan tetapi diperlukan pengolahan dan pengorbanan (biaya) untuk
memperolehnya.
2. Labor Intensive
Yang dimaksud dengan labor intensive pariwisata sebagai suatu
industri adalah banyak menyerap tenaga kerja. Dalam suatu penelitian mengatakan
beberapa persen dan belanja wisatawan pada suatu daerah wisata digunakan untuk
membayar upah dan gaji (wages and salaries).
3. Capital Intensive
Industri pariwisata sebagai capital intensive adalah untuk
membangun sarana dan prasarana industri pariwisata diperlukan modal yang besar
untuk investasi, akan tetapi dilain pihak pengembalian modal yang
diinvestasikan itu relatif lama dibandingkan dengan industri manufaktur
lainnya.
4. Sensitive
Industri pariwisata sangat peka terhadap keamanan (security)
dan kenyamanan (comfortably). Dalam melakukan perjalanan wisata tidak seorang
pun wisatawan yang mau mengambil resiko dalam perjalanan yang dilakukan Sebagai
contoh ketika terjadi ledakan born di Bali kunjungan wisatawan mancanegara ke
Bali turun merosot sehingga hotel, restoran dan toko cenderamata menutup
usahanya.
5. Seasonal
Industri pariwisata sangat dipengaruhi oleh musim, bila pada
masa musim liburan (peak season) semua kapasitas akan terjual habis dan
sebaliknya pada masa musim libur selesai (off-season) semua kapasitas
terbengkalai (idle) karena sepi pengunjung.
6. Quick Yielding Industry
Dengan mengembangkan pariwisata sebagai suatu industri,
devisa (foreign exchange) akan lebih cepat jika dibandingkan dengan kegiatan
ekspor yang dilakukan secara konvensional. Devisa yang diperoleh langsung pada
saat wisatawan melakukan perjalanan wisata, karena wisatawan harus membayar
semua kebutuhannya mulai dari akomodasi hotel, makanan dan minuman,
transportasi lokal, oleh-oleh atau cenderamata, hiburan city sightseeing dan
tours. Semuanya dibayar dengan valuta asing yang tentunya ditukarkan di money
changer atau bank.
--- --- ---
Sumber:
Skripsi Arifta Budi, Analisis Permintaan Obyek Wisata Masjid
Agung Semarang (Program Sarjana Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2013)
Post a Comment for "Karakter Industri Pariwisata "