Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Konsepsi Pengeluaran Pemerintah (Belanja Pelayanan Publik)

Mangkoesoebroto (1997) menegaskan bahwa pengeluaran pemerintah mencerminkan pilihan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

Teori pengeluaran pemerintah dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu teori makro pengeluaran peemerintah yang menjelaskan pola waktu pengeluaran pemerintah dengan variabel agregat, seperti produk domestik bruto, tingkat inflasi dan teori mikro pengeluaran pemerintah yang menjelaskan dasar mikro ekonomi proses keputusan yang meningkatkan pengeluaran pemerintah (Mangkoesoebroto, 1997). Ada tiga model teori makro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah, yaitu model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah, hukum Wagner mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah, hukum Wagner mengenai perkembangan aktivitas pemerintah dan teori Peacock & Wiseman sebagai berikut:



1. Model Pembangunan Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Model perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi dibedakan menjadi tahap awal, menengah dan lanjut. Pada tahap awal pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, investor sektor publik menyediakan infrastruktur sosial seperti : jalan, belanja bidang kesehatan dan belanja bidang pendidikan, yang mendorong ekonomi ke tahap menengah. Dalam tahap menengah, investasi publik diikuti dengan pertumbuhan investasi swasta. Kegagalan pasar terjadi di semua tahap, sehingga keterlibatan pemerintah terus meningkat untuk mengatasi kegagalan tersebut.

Musgrave berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentasei terhadap Gross National Product (GNP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) semakin besar dan prosentase pemerintah semakin kecil. Menurut Rostow, pada tahap lebih lanjut, aktivitas pemerintah beralih dari pengeluaran infrastruktur untuk penyediaan prasarana ke pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program pendidikan, program kesejahteraan hari tua, pelayanan kesehatan masyarakat dan sebagainya. Pendapat Magrave dan Rostow menjelaskan perubahan pengeluaran pemerintah dan variasi pelayanan publik dalam siklus pembangunan.

2. Hukum Wagner
Hukum Wagner menjelaskan mengenai bagian Produk Domestik Regional Bruto yang diambil sektor publik. Hukum ini terkait dengan pertumbuhan ukuran relatif sektor publik, yaitu jika pendapatan perkapita dalam ekonomi bertambah, maka ukuran sektor publik juga bertambah. Pernyataan Wagner tersebut bersifat empiris berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan sektor publik di sejumlah negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke-19, yang menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi rasio pengeluaran publik terhadap PDB adalah faktor politik dan ekonomi. Menurut Wagner, ketika ekonomi menjadi industri, hubungan antar pasar dan agen dalam pasar semakin kompleks yang memerukan peraturan perdagangan dan sistem kehakiman untuk mengaturnya. Eksternalitas akibat urbanisasi membutuhkan intervensi dan peraturan sektor publik.

Dalam pertumbuhan pengeluaran publik untuk pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, dijelaskan Wagner berdasarkan elastisitas pendapatan permintaan, bahwa dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan riil per kapita naik, maka pengeluaran publik meningkat terhadap layanan tersebut dan akan meningkatkan rasio pengeluaran pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto. Model Wagner tidak mengandung teori pilihan publik, tetapi menggunakan teori negara organik yaitu negara dianggap individu dan pembuat keputusan secara independen dari anggota masyarakat.

3. Teori Peacock dan Wiseman
Studi Peacock dan Wiseman merupakan analisis “pola waktu” pengeluaran publik. Dasar analisisnya adalah teori politik penentuan pengeluaran publik, yaitu pemerintah senang mengeluarkan banyak uang, rakyat tidak suka bayar pajak, dan pemerintah harus memperhatikan keinginan rakyat.

Peacock dan Wiseman mengemukakan teori yang didasarkan pada pandangan masyarakat bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran, sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar tersebut. Masyarakat mempunyai suatu toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai aktivitas pemerintah. Jadi masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah, sehingga mereka mempunyai suatu tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak. Inti dari teori Peacock dan Wiseman adalah bahwa perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat, walaupun tarif pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh karena itu dalam keadaan normal, meningkatnya PDB menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dalam pengeluaran pemerintah.

Apabila keadaan normal tersebut terganggu, misalnya karena adanya perang, maka pemerintah harus memperbesar pengeluarannya untuk membiayai perang. Oleh sebab itu, penerimaan pemerintah dari pajak juga meningkat dan pemerintah meningkatkan penerimaannya tersebut dengan cara menaikkan tarif pajak, sehingga dana swasta untuk investasi dan konsumsi menjadi berkurang. Keadaan tersebut disebut efek pengalihan (displacement effect) yaitu bahwa adanya suatu gangguan sosial akan menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Selain itu, banyaknya aktivitas pemerintah yang baru kelihatan setelah terjadinya perang disebut dengan efek inspeksi (inspection effect). Di samping itu, adanya gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah yang sebelumnya dilaksanakan oleh swasta (concentration effect). Adanya ketiga efek tersebut menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah sehingga setelah perang selesai tingkat pajak tidak turun kembali pada tingkat sebelum terjadinya perang.

Hipotesis yang dikemukakan oleh Peacock dan Wiseman mendapat kritikan dari Bird yang menyatakan bahwa selama terjadinya gangguan sosial memang terjadi pengalihan aktivitas pemerintah dari pengeluaran sebelum gangguan ke aktivitas yang berhubungan dengan gangguan tersebut. Hal ini menyebabkan kenaikan pengeluaran pemerintah dalam persentasenya terhadap PDB. Akan tetapi, setelah terjadinya gangguan persentase pengeluaran pemerintah terhadap PDB perlahan-ahan akan menurun kembali pada tingkat sebelum terjadinya gangguan. Jadi menurut Bird, efek pengalihan hanya gejala dalam jangka pendek dan tidak terjadi dalam jangka panjang.

Ketiga model teori makro pengeluaran pemerintah tersebut tidak dapat menjelaskan proses pengeluaran pemerintah secara rinci sebagaimana teori mikro pengeluaran pemerintah yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan akan barang pemerintah (barang yang disediakan oleh pemerintah) dan menganalisis pengaruh faktor-faktor tersebut atas tersedianya barang pemerintah. Interaksi antara permintaan dan penawaran untuk barang pemerintah menentukan jumlah barang pemerintah yang akan disediakan melalui anggaran belanja, dan ini akan menimbulkan permintaan akan barang lain. Jadi, perkembangan pengeluaran pemerintah dapat dijelaskan dengan beberapa faktor yaitu : perubahan permintaan akan barang publik, perubahan dari aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik, dan juga perubahan dari kombinasi faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi, perubahan kualitas barang publik dan perubahan harga faktor-faktor produksi.

Soeparmoko (1987) mengklasifikasikan pengeluaran pemerintah menjadi lima jenis yaitu :

  1. Pengeluaran yang self liquiditing sebagian atau seluruhnya, artinya pengeluaran pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa atau barang bersangkutan, misalnya pengeluaran untuk jasa perusahaan.
  2. Pengeluaran yang produktif, artinya mewujudkan keuntungan-keuntungan ekonomis bagi masyarakat, yang berpengaruh positif terhadap penerimaan pemerintah, misalnya pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan.
  3. Pengeluaran yang tidak self liquiditing maupun yang tidak reproduktif, yaitu pengeluaran yang langsung menambah kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat, misalnya obyek pariwisata.
  4. Pengeluaran yang secara tidak langsung tidak produktif dan merupakan pemborosan misalnya untuk pembiayaan pertahanan/perang meskipun saat pengeluaran terjadi penghasilan perorangannya akan naik.
  5. Pengeluaran yang merupakan penghematan di masa yang akan datang, misalnya pengeluaran untuk anak yatim piatu. Jika hal ini tidak dijalankan sekarang, maka kebutuhan pemeliharaan tersebut akan menjadi lebih besar di masa yang akan datang.



Sumber:
Prakoso, (2011). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum  (DAU) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Belanja Daerah. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2011

Post a Comment for "Konsepsi Pengeluaran Pemerintah (Belanja Pelayanan Publik)"