Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hubungan Kemiskinan dengan Korupsi

Korupsi menyebabkan mengurangi kualitas pelayanan pemerintah sehingga menjadi salah satu penghambat terbesar dalam pembangunan ekonomi dan manusia. 

Huguette Labelle, ketua Transparency International, menyatakan bahwa korupsi membuat jutaan penduduk terperangkap kemiskinan. Hubungan antara korupsi dan kemiskinan memang tidak bisa dikuantifikasi dan langsung. Akan tetapi hubungan sebab akibat antara korupsi dan kemiskinan dapat dijelaskan melalui beberapa pendekatan.

Hasil penelitian Paolo Maoro (1995) menunjukkan bahwa hubungan korupsi dan pertumbuhan ekonomi adalah negatif. Paolo Mauro (1997) menyatakan bahwa konsekuensi korupsi yaitu pertama, dapat melemahkan investasi sehingga pertumbuhan ekonomi berkurang. Kedua, terjadi talent miss alocated yaitu korupsi menempatkan orang bukan pada tempatnya. Ketiga, pinjaman dan hibah luar negeri pengalokasiannya tidak tepat. Keempat, penerimaan pemerintah dari pajak berkurang yang mempengaruhi komposisi pengeluaran pemerintah sehingga kuantitas dan kualitas penyediaan barang dan jasa publik tidak memadai.


Studi kasus yang dilakukan oleh Tika Widiastuti (2008) tentang dampak korupsi terhadap kesejahteraan masyarakat yang terjadi di negara-negara muslim anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam) menghasilkan kesimpulan bahwa korupsi berdampak buruk terhadap kesejahteraan masyarakat. Terjadinya inefisiensi pada sisi pengeluaran pemerintah karena adanya korupsi menyebabkan kurangnya pengaruh positif terhadap kesejahteraan.



Eric Chetwynd, Frances Chetwynd, dan Bertram Spector (2003) menjelaskan dampak korupsi terhadap kemiskinan melaluli dua model, model ekonomi dan model pemerintahan. Model ekonomi menjelaskan bahwa korupsi menyebabkan investasi berkurang, mendistorsi pasar, menghalangi kompetisi, menciptakan inefisiensi dengan meningkatan biaya untuk berbisnis, dan meningkatkan kesenjangan pendapatan. Hal ini menyebabkan kondisi kemiskinan semakin buruk. Sementara itu, model pemerintahan menjelaskan bahwa korupsi mengikis kapasitas lembaga pemerintah untuk memberikan layanan publik yang berkualitas, mengalihkan investasi publik jauh dari kebutuhan publik utama dalam proyek-proyek modal (dimana suap dapat terjadi), menurunkan kepatuhan terhadap peraturan keselamatan dan kesehatan, dan meningkatkan tekanan anggaran pada pemerintah. Buruknya kapasitas pemerintahan ini menyebabkan kemiskinan semakin meningkat.


Korupsi tidak selalu menyebabkan kemiskinan, karena korupsi bisa “tidur bersama” dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Leff dan Huntington menyatakan bahwa tidak semua korupsi mempunyai dampak buruk terhadap perekonomian. Korupsi yang bersifat “speed money” mempunyai dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Adanya suap membuat pengusaha terhindar dari penundaan birokrasi, sehingga kegiatan usahanya dapat berjalan sesuai rencana. Sementara Robert Klitgaard menjelaskan adanya “dana taktis” pimpinan birokrat terkadang dibutuhkan demi mempercepat dan melancarkan proses kegiatan (dalam Tika Widiastuti, 2008). Pote Sarasin, Ketua Dewan Pembangunan Thailand tahun 1980-an, menyatakan apabila korupsi dibatasi di bawah 20% maka pembangunan masih mungkin berjalan (Korupsi yang Memiskinkan, Maria Hartiningsih (Ed), 2011).

Korupsi menyebabkan melemahnya pertumbuhan ekonomi sehingga kemiskinan akan meningkat, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Korupsi akan mengurangi efisiensi usaha peningkatan kesejahteraan, menciptakan ketidakadilan, melemahkan demokrasi, membuat yang kaya menjadi lebih kaya dan mendukung para diktator, menyebabkan berkurangnya investasi domestik dan asing, berkurangnya penerimaan pajak dan melemahkan jiwa kewirausahaan, berkurangnya pengeluaran pemerintah sehingga terjadi ketidaktepatan alokasi, melemahkan pertumbuhan ekonomi, menghambat penyediaan barang publik, dan mengganggu sistem jaminan sosial. Hal ini menyebabkan angka kemiskinan meningkat (Chetwynd, dkk, 2003). Korupsi berpengaruh tidak langsung terhadap meningkatnya angka kemiskinan melalui transmisi pertumbuhan ekonomi dan berpengaruh langsung jika korupsi terjadi pada program-program anti kemiskinan.

Vizto Tanzi (1998) menunjukkan alasan mengapa korupsi dapat menghambat pertumbuhan. Pertama, korupsi mengurangi kemampuan pemerintah dalam pengawasan untuk memperbaiki kegagalan pasar bahkan mungkin akan memperburuk kegagalan pasar. Kedua, korupsi mendistorsi insentif. Individu-individu dalam masyarakat yang korup melakukan aktivitas rent-seeking dan bukan melakukan aktivitas yang produktif. Bahkan dalam kasus tertentu Murphy, Shleifer dan Vishny (dalam Vizto Tanzi, 1998) korupsi dapat mengarahkan masyarakat pada aktivitas-aktivitas yang memberikan nilai tambah negatif. Ketiga, korupsi berperan sebagai pajak arbiter. Korupsi menyebabkan beban materi yang sangat besar karena biaya mencari birokrat-birokrat penerima suap juga harus dimasukkan dengan biaya negosiasi dan pembayaran suap. Apalagi kesepakatan-kesepakatan yang dibuat berdasarkan suap sangat rentan untuk dilanggar jika melibatkan birokrat yang cukup banyak. Keempat, korupsi mengurangi bahkan merusak fundamental pemerintah dalam menegakkan perlindungan hak milik. Ketika seseorang dihalangi untuk menuntut hak kepemilikannya, atau seseorang yang lain dapat melepaskan diri dari tanggung jawab atas kontrak karena korupsi, maka peran fundamental pemerintah terdistorsi dan pertumbuhan ekonomi menjadi tergantung.

Din Syamsudin (2007) dalam artikel berjudul Jihad Melawan Korupsi menyatakan bahwa korupsi telah menyebabkan ketimpangan sosial dalam kehidupan masyarakat, kemiskinan yang semakin terbuka, dan angka pengangguran melambung tinggi serta masih banyak implikasi sosial lainnya. Faisal Akbar, seorang pakar hukum, mengatakan bahwa maraknya korupsi disebabkan lemahnya integritas moral dari setiap pelaku birokrasi dan pengusaha memanfaatkan kesempatan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan cara yang menyimpang.



Sumber:
Septiana, (2012). Analisis Hubungan Ipm, Kapasitas Fiskal, Dan Korupsi Terhadap Kemiskinan Di Indonesia. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2012.

Post a Comment for "Hubungan Kemiskinan dengan Korupsi"