Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian Inflasi dan Penggolongan Inflasi

Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan yang di jumpai di hampir semua negara di dunia adalah Inflasi. 
Definisi Inflasi
Boediono (1999) menyatakan bahwa definisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain. Kenaikan harga-harga karena musiman, menjelang hari-hari besar, atau yang terjadi sekali saja (dan tidak mempunyai hubungan lanjutan) tidak disebut inflasi. Kenaikan harga semacam ini tidak dianggap sebagai masalah atau "penyakit" ekonomi dan tidak memerlukan kebijaksanaan khusus untuk menanggulanginya.
Sedangkan Sadono Sukirno (2002) menyatakan bahwa inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam sesuatu perekonomian.



Penggolongan Inflasi
Tingkat Keparahan Inflasi
Boediono (1999) menyatakan bahwa ada berbagai cara untuk menggolongkan macam inflasi, dan penggolongan mana yang kita pilih tergantung pada tujuan kita. Penggolongan pertama didasarkan atas "parah" tidaknya inflasi tersebut. Di sini kita bedakan beberapa macam inflasi:
1. Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)
2. Inflasi sedang (antara 10 -- 30% setahun)
3. Inflasi berat (antara 30 - 100% setahun)
4. Hiperinflasi (di atas 100% setahun).


Faktor Penyebab Inflasi
Sementara Amir (2009) menyebutkan bahwa berdasarkan faktor-faktor penyebab inflasi maka ada tiga jenis inflasi yaitu:
1. inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation)
2. inflasi desakan biaya (cost-push inflation)
3. inflasi karena pengaruh impor (imported inflation)

Inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation) atau inflasi dari sisi permintaan (demand side inflation) adalah inflasi yang disebabkan karena adanya kenaikan permintaan agregat yang sangat besar dibandingkan dengan jumlah barang dan jasa yang ditawarkan. Karena jumlah barang yang diminta lebih besar dari pada barang yang ditawarkan maka terjadi kenaikan harga. Inflasi tarikan permintaan biasanya berlaku pada saat perekonomian mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi berjalan dengan pesat (full employment and full capacity). Dengan tingkat pertumbuhan yang pesat/tinggi mendorong peningkatan permintaan sedangkan barang yang ditawarkan tetap karena kapasitas produksi sudah maksimal sehingga mendorong kenaikan harga yang terus menerus.

Penentuan parah tidaknya inflasi tentu saja sangat relatif dan tergantung pada "selera" kita untuk menamakannya. Dan lagi sebetulnya kita tidak bisa menentukan parah tidaknya suatu inflasi hanya dari sudut laju inflasi saja, tanpa mempertimbangkan siapa-siapa yang menanggung beban atau yang memperoleh keuntungan dari inflasi tersebut. Kalau seandainya laju inflasi adalah 20% dan semuanya berasal dari kenaikan dari barang-barang yang dibeli oleh golongan yang berpenghasilan rendah, maka seharusnya kita namakannya inflasi yang parah.

Sebab Awal Inflasi
Penggolongan yang kedua adalah atas dasar sebab musabab awal dari inflasi. Atas dasar ini kita bedakan dua macam inflasi:
1. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat. Inflasi semacam ini disebut demand inflation.
2. Inflasi yang timbul karena kenaikan ongkos produksi. Ini disebut cost inflation.


Jika permintaan masyarakat akan barang-barang (aggregate demand) bertambah misalnya karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah, akibatnya tingkat harga umum naik.
Bila ongkos produksi naik misalnya, karena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau karena kenaikan harga bahan bakar minyak, maka akibat dari kedua macam inflasi tersebut, dari segi kenaikan harga output, tidak berbeda, tetapi dari segi volume output (GDP riil) ada perbedaan. Dalam kasus demand inflation, biasanya ada kecenderungan untuk output (GDP riil) naik bersama-sama dengan kenaikan harga umum. Besar kecilnya kenaikan output ini tergantung kepada elastisitas kurva agregate supply; biasanya semakin mendekati output maksimum semakin tidak elastis kurva ini. Sebaliknya, dalam kasus cost inflation, biasanya kenaikan harga-harga dibarengi dengan penurunan omzet penjualan barang (kelesuan usaha).

Perbedaan yang lain dari kedua proses inflasi ini terletak pada urutan dari kenaikan harga. Dalam demand inflation kenaikan harga barang akhir (output) mendahului kenaikan barang-barang input dan harga-harga faktor produksi (upah dan sebagainya). Sebaliknya, dalam cost inflation kita melihat kenaikan harga barang-barang akhir (output) mengikuti kenaikan harga barang-barang input/faktor produksi.
Kedua macam inflasi ini jarang sekali dijumpai dalam praktek dalam bentuk yang murni. Pada umumnya, inflasi yang terjadi di berbagai negara di dunia adalah kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut, dan seringkali keduanya saling memperkuat satu sama lain.

Perbedaan demand inflation dengan cost inflation
D emand I nflation
Pembeda
C ost I nflation
Biasanya ada kecenderungan untuk output (GDP riil) naik bersama-sama dengan kenaikan harga umum. Bila ongkos produksi naik Biasanya kenaikan harga-harga dibarengi dengan penurunan omzet penjualan barang (kelesuan usaha)
Kenaikan harga barang akhir (output) mendahului kenaikan barang-barang input dan harga-harga faktor produksi (upah dan sebagainya) Urutan dari kenaikan harga Kenaikan harga barang-barang akhir (output) mengikuti kenaikan harga barang-barang input/faktor produksi.

Asal Inflasi
Penggolongan yang ketiga adalah berdasarkan asal dari inflasi. Di sini kita bedakan:
1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation).
Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panen yang gagal dan sebagainya.
2. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation).
Inflasi yang berasal dari luar negeri adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga di negara-negara langganan berdagang negara kita. Kenaikan harga barang-barang yang kita impor mengakibatkan :
a. secara langsung kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian dari barang-barang yang tercakup di dalamnya berasal dari impor,
b. secara tidak langsung menaikkan indeks harga melalui kenaikan ongkos produksi dan kemudian, harga jual dari berbagai barang yang menggunakan bahan mentah atau mesin-mesin yang harus di impor (cost inflation),
c. secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena ada kemungkinan (tetapi ini tidak harus demikian) kenaikan harga barang-barang impor mengakibatkan kenaikan pengeluaran pemerintah/swasta yang berusaha mengimbangi kenaikan harga impor tersebut (demand inflation).

Penularan Inflasi
Boediono (2002) menyatakan bahwa "penularan" inflasi dari luar negeri ke dalam negeri bisa pula lewat kenaikan harga barang-barang ekspor, dan saluran-salurannya hanya sedikit berbeda dengan penularan lewat kenaikan harga barang-barang impor antara lain :
1. Bila harga barang-barang ekspor (seperti kopi, teh) naik, maka indeks biaya hidup akan naik pula sebab barang-barang ini langsung masuk dalam daftar barang – barang yang tercakup dalam indeks harga.
2. Bila harga barang-barang ekspor (seperti kayu, karet timah dan sebagainya) naik, maka ongkos produksi dari barang-barang yang menggunakan barang-barang tersebut dalam produksinya (perumahan, sepatu, kaleng dan sebagainya) akan naik, dan kemudian harga jualnya akan naik pula (cost inflation).
3. Kenaikan harga barang-barang ekspor berarti kenaikan penghasilan eksportir (dan juga para produsen barang-barang ekspor tersebut). Kenaikan penghasilan ini kemudian akan dibelanjakan untuk membeli barang-barang (baik dari dalam maupun luar negeri). Bila jumlah barang yang tersedia di pasar tidak bertambah, maka harga-harga barang lain akan naik pula (demand inflation).

Gara-Gara Inflasi 50.000 Ga Cukup Untuk Kebutuhan Sehari
Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri ini jelas lebih mudah terjadi pada negara-negara yang perekonomiannya terbuka, yaitu yang sektor perdagangan luar negerinya penting (seperti Indonesia, Korea, Taiwan, Singapura, Malaysia dan sebagainya ). Namun berapa jauh penularan tersebut terjadi juga tergantung kepada kebijaksanaan pemerintah yang diambil. Dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan moneter dan perpajakan tertentu pemerintah bisa menetralisir kecenderungan inflasi yang berasal dari luar negeri tersebut.

Jenis-Jenis Inflasi
Sadono Sukirno (2008) menyatakan bahwa berdasarkan jenisnya inflasi dapat dibedakan menjadi :
a. Inflasi tarikan permintaan
Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran ini akan menimbulkan inflasi.
b. Inflasi desakan biaya
Inflasi ini juga berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat ketika tingkat pengangguran adalah sangat rendah.

Apabila perusahaan-perusahaan masih menghadapi permintaan yang bertambah, mereka akan berusaha menaikkan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya dan mencari pekerjaan baru dengan tawaran pembayaran yang lebih tinggi. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang akhirnya akan menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang.

Penyebab Terjadinya Inflasi
Boediono (1999) menyatakan bahwa dalam prakteknya untuk mengetahui penyebab timbulnya inflasi (terutama inflasi yang kronis atau yang telah berjalan lama) dan merumuskan dan kemudian melaksanakan kebijaksanaan untuk menanggulanginya, adalah masalah yang sulit dan pelik. Biasanya kita harus melampani batas-batas ilmu ekonomi dan memasuki bidang ilmu sosiologi dan ilmu politik. Masalah inflasi dalam arti yang lebih luas bukan semata-mata masalah ekonomi, tetapi masaiah sosio-ekonomi-politis.
Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai penyebab terjadinya inflasi, yaitu:

1. Teori Kuantitas
Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari (a) jumlah uang yang beredar, dan (b) psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations). Inti dari teori ini adalah sebagai berikut:
a. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar (apakah berupa penambahan uang kartal atau penambahan uang giral tidak menjadi soal). Tanpa ada kenaikan jumlah uang yang beredar, kejadian seperti, misalnya, kegagalan panen, hanya akan menaikkan harga-harga untuk sementara waktu saja. Penambahan jumlah uang ibarat "bahan bakar" bagi api inflasi. Bila jumlah uang tidak ditambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya, apapun sebab musabab awal dari kenaikan harga tersebut.
b. Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang. Ada 3 kemungkinan keadaan, yaitu : 1) Bila masyarakat tidak (atau belum) mengharapkan harga-harga untuk naik pada bulan-bulan mendatang. Dalam hal ini, sebagian besar dari penambahan jumlah uang yang beredar akan diterima oleh masyarakat untuk menambah likuiditasnya (yaitu, memperbesar pos Kas dalam buku neraca para anggota masyarakat). Ini berarti bahwa sebagian besar dari kenaikan jumlah uang tersebut tidak dibelanjakan untuk pembelian barang, 2) Bila masyarakat (atas dasar pengalaman di bulan-bulan sebelumnya) mulai sadar bahwa ada inflasi. Orang-orang mulai mengharapkan kenaikan harga. Penambahan jumlah uang yang beredar tidak lagi diterima oleh masyarakat untuk menambah pos kasnya, tetapi akan digunakan untuk membeli barang-barang (memperbesar pos aktiva barang-barang di dalam neraca), 3) keadaan yang ketiga terjadi pada tahap inflasi yang lebih parah yaitu tahap hiperinflasi. Dalam keadaan ini orang-orang sudah kehilangan kepercayaannya terhadap nilai mata uang. Keengganan untuk memegang uang kas dan keinginan membelanjakannya untuk membeli barang sebegitu uang kas tersebut diterima di tangan menjadi semakin meluas di kalangan masyarakat.

2. Teori Keynes
Teori ini menyoroti aspek lain dari inflasi. Menurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi menurut pandangan ini, tidak lain adalah proses perebutan bagian rezeki di antara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bias disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (timbulnya apa yang disebut dengan inflationary gap). Inflationary gap ini timbul karena golongan-golongan masyarakat tersebut berhasil menterjemahkan aspirasi mereka menjadi permintaan yang efektif akan barang - barang.

3. Teori Strukturalis
Teori Strukturalis adalah teori mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman di negara-negara Amerika Latin. Teori ini memberi tekanan pada ketegaran (inflexibilities) dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Karena inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor struktural dari perekonomian yang menurut definisi, faktor-faktor ini hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka panjang), maka teori ini bisa disebut teori inflasi "jangka panjang".


Sumber:
Pitartono, (2012). Analisis Tingkat Pengangguran Di Jawa Tengah Tahun 1997-2010. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2012

Post a Comment for "Pengertian Inflasi dan Penggolongan Inflasi"