Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tinjauan Teoritis Tentang Desentralisasi Fiskal

Pengertian Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi fiskal adalah pendelegasian tanggung jawab dan pembagian kekuasaan serta kewenangan untuk pengambilan keputusan di bidang fiskal yang meliputi aspek penerimaan (tax assignment) maupun aspek pengeluaran (expenditure assignment). Desentralisasi fiskal ini dikaitkan dengan tugas dan fungsi Pemda dalam penyediaan barang dan jasa publik (Prawirasetoto, 2002; Enikolopov dkk, 2006).


Namun banyak para ahli yang memberikan definisi mengenai desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal dijelaskan oleh Bird dan Villancourt (2002) mencakup tiga macam derajat kemandirian pengambilan keputusan yang dilakukan oleh daerah.

  • Pertama, desentralisasi berarti pelepasan tanggung jawab yang berada dalam lingkungan pemerintah pusat ke instansi vertikal di daerah atau ke Pemda. 
  • Kedua, delegasi yang berarti daerah bertindak sebagai perwakilan pemerintah pusat untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu atas nama pemerintah. 
  • Ketiga, devolusi (pelimpahan) dimana bukan saja implementasi yang diberikan kepada daerah, tetapi juga kewenangan untuk memutuskan apa yang perlu dikerjakan oleh daerah.

Skema Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah

Sementara di sisi lain, Bigday (2000) dalam Sarana (2005) menjelaskan bahwa desentralisasi fiskal lebih mangacu pada desentralisasi sektor publik. Barang-barang publik di tingkat daerah yang berfungsi memperlancar aktivitas masyarakat lokal dalam berbagai bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, dan politik disediakan oleh pemerintah dengan pembiayaan dari pajak dan retribusi daerah. Namun bukan berarti pemerintah pusat lepas tangan begitu saja, pengeluaran barang publik di daerah yang manfaatnya lebih bersifat umum bagi seluruh masyarakat dalam suatu negara tetap merupakan tanggung jawab pemerintah pusat.

Komponen utama desentralisasi adalah desentralisasi fiskal di mana Pemda dalam melaksanakan fungsinya diberi kebebasan dalam pengambilan keputusan pengeluaran sektor publik.
Hal ini perlu dukungan sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari PAD, bagi hasil pajak dan bukan pajak, pinjaman maupun subsidi atau bantuan dari pemerintah pusat.
Desentralisasi fiskal terutama mencakup:

  1. Staf financing atau cost recovery dalam pelayanan publik terutama melalui pengenaan retribusi daerah,
  2. Cofinancing atau coproduction, di mana pengguna jasa publik berpartisipasi dalam bentuk pembayaran jasa atau kontribusi tenaga kerja
  3. Peningkatan PAD melalui penambahan kewenangan pengenaan pajak daerah terutama Pajak Properti (PBB), Pajak Penghasilan perseroan (PPh pribadi), cukai atas berbagai komoditas atau berbagai jenis retribusi daerah.
  4. Transfer pemerintah pusat terutama yang berasal dari DAU, DAK, sumbangan darurat (Dana Darurat) dan bagi hasil pajak dan bukan pajak.
  5. Kebebasan daerah untuk melakukan pinjaman.

Elemen lain yang juga penting dalam desain desentralisasi secara komprehensif dipandang dari perspektif pemerintah yaitu desentralisasi ekonomi yang dilaksanakan melalui kebijakan pelimpahan fungsi-fungsi pelayanan kepada masyarakat dari pemerintah kepada sektor swasta sejalan dengan kebijakan liberalisasi dan ekonomi pasar.


Sumber: Pamula, (2012). Efisiensi Sektor Publik Pendekatan Data Envelopment Analysis Indonesia 2001 – 2008. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2012

Post a Comment for "Tinjauan Teoritis Tentang Desentralisasi Fiskal"