Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Teori Mobilitas Tempat Tinggal

John Turner mengemukakan teori mobilitas tempat tinggal (Residential Mobility) pada tahun 1968. Menurut Turner terdapat beberapa dimensi yang bergerak paralel dengan mobilitas tempat tinggal ini, antara lain: dimensi lokasi, dimensi perumahan, dimensi siklus kehidupan, dimensi penghasilan (dalam Hadi Sabari Yunus, 2004).


Dimensi lokasi mengacu pada tempat-tempat tertentu pada suatu kota yang oleh seseorang atau sekelompok orang dianggap paling cocok untuk tempat tinggal dalam kondisi dirinya. Kondisi diri ini lebih ditekankan pada penghasilan dan siklus kehidupannya. Lokasi dalam konteks ini berkaitan erat dengan jarak terhadap tempat kerja (accessibility to employment). Perspektif ini sering diistilahkan sebagai “geographical space” (ruang geografi).



Dimensi perumahan dikaitkan dengan inspirasi perorangan atau sekelompok orang terhadap macam, tipe perumahan yang ada. Oleh karena luasnya aspek perumahan ini, oleh John Turner dibatasi pada aspek “penguasaan (tenure)”. Pandangan seseorang terhadap aspek penguasaan tempat tinggal selalu dikaitkan dengan tingkat penghasilan dan siklus kehidupannya. Mereka yang berpenghasilan rendah misalnya, akan memilih menyewa atau mengontrak saja karena sesuai dengan tingkat penghasilannya.

Dimensi siklus kehidupan membahas tahap-tahap seseorang mulai menapak dalam kehidupan mandirinya, dalam artian bahwa semua kebutuhan hidupnya seratus persen ditopang oleh penghasilannya sendiri. Secara umum, makin lanjut tahap siklus kehidupannya makin tinggi “income” sehingga kaitannya dengan dua dimensi terdahulu menjadi lebih jelas.

Dimensi penghasilan menekankan pembahasannya pada besar kecilnya penghasilan yang diperoleh persatuan waktu. Dengan asumsi bahwa makin lama seseorang menetap di suatu kota, makin mantap posisi kepegawaiannya dalam pekerjaannya, makin tinggi pula tingkat penghasilan yang dipeolehnya persatuan waktu tertentu.


Menurut Turner (1968) dalam Hadi Sabari Yunus (2004) perilaku penduduk dalam menentukan tempat tinggalnya juga dipengaruhi oleh strata sosial, seperti yang telah lebih dulu dijelaskan pada bagian latar belakang. Strata sosial tersebut antara lain:

1. Bridgeheaders: golongan yang baru datang di kota dengan kemampuan ekonomi yang masih rendah dan lebih senang bertempat tinggal di lokasi yang dekat dengan tempat kerjanya (pusat kota atau CBD) dengan maksud supaya pengeluaran untuk transportasi bisa dihemat.
2. Consolidators: golongan yang sudah agak lama tinggal di daerah perkotaan dengan kemampuan ekonomi yang semakin meningkat. Pada golongan ini, mereka cenderung memilih tempat tinggal yang berada di pinggiran kota yang menurutnya menjanjikan beberapa kenyamanan bertempat tinggal antara lain kondisi lingkungan masih terjaga dengan lebih baik, polusi masih sangat sedikit, harga rumah relatif jauh lebih murah, sedikit peraturan-peraturan yang membatasi kegiatannya sehari-hari, kepadatan penduduk yang relatif rendah, kepadatan lalu lintas rendah sehingga terbebas dari kemacetan, pemandangan alam relatif belum banyak terusik dan udara yang segar sangat berperan sebagai faktor-faktor golongan ini.

3. Status seekers: golongan yang sudah lama tinggal di daerah perkotaan dengan kemampuan ekonomi yang sudah sangat mapan dan kuat sehingga membuat golongan ini memilih rumah dengan tipe yang modern dan mewah sebagai wujud dari status sosialnya dalam masyarakat.

Berikut adalah bagan teori mobilitas tempat tinggal yang diungkapkan oleh Turner (1968) dalam Hadi Sabari Yunus (2004):

Mobilitas Tempat Tinggal Model Turner (1968) (Hadi Sabari Yunus, 2004)

Mobilitas Tempat Tinggal Model Turner (1968) (Hadi Sabari Yunus, 2004)
Mobilitas Tempat Tinggal Model Turner (1968) (Hadi Sabari Yunus, 2004)

Post a Comment for "Teori Mobilitas Tempat Tinggal "