Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Konsep dan Definisi Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah yang muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. 
Adapun berbagai pendapat yang mengemukakan tentang kemiskinan.

World Bank (2010) mendefinisikan kemiskinan sebagai kekurangan dalam kesejahteraan, dan terdiri dari banyak dimensi. Hal ini termasuk penghasilan rendah dan ketidakmampuannya untuk mendapatkan barang dasar dan layanan yang diperlukan untuk bertahan hidup dengan martabat. Kemiskinan juga meliputi rendahnya tingkat kesehatan dan pendidikan, akses masyarakat miskin terhadap air bersih dan sanitasi, keamanan fisik yang tidak memadai, kurangnya suara dan kapasitas memadai, serta kesempatan untuk hidup yang lebih baik.



Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan (Wikipedia.com, 2012).

Ukuran kemiskinan yang sering digunakan untuk melihat fenomena kemiskinan di suatu daerah adalah insiden kemiskinan. Insiden kemiskinan dapat diartikan sebagai persentase penduduk yang memiliki pendapatan (atau proksi pendapatan) kurang dari jumlah yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup. Walaupun demikian, kemiskinan memiliki banyak dimensi selain dimensi pendapatan. Dimensi lain kemiskinan dapat dilihat dari peluang memperoleh kesehatan dan umur panjang, peluang memiliki pengetahuan dan keterampilan, dan lain-lain. Intinya adalah kemiskinan sangat terkait dengan sempitnya kesempatan seseorang dalam menentukan pilihan-pilihannya dalam hidup. Jika kemiskinan berkaitan dengan semakin sempitnya kesempatan yang dimiliki, maka pembangunan manusia adalah sebaliknya. Konsep pembangunan manusia adalah memperluas pilihan manusia (enlarging choice) terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan kemampuan daya beli. Dengan hubungan yang berkebalikan tersebut, suatu daerah dengan kualitas pembangunan manusia yang baik idealnya memiliki persentase penduduk miskin yang rendah (IPM, 2007).

Menurut BPS (2010), bahwa penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan. Garis kemiskinan makanan adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilo kalori perkapita perhari. Garis kemiskinan non makanan merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan. Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:

1) Kemiskinan absolut 
Kemiskinan absolut merupakan kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar hidupnya. Konsep ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup.

2) Kemiskinan relatif 
Kemiskinan relatif merupakan kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan.

Menurut Sastraamadja (2003), kemiskinan dapat dibedakan menjadi empat berdasarkan pola waktu, meliputi (1) persistent proverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun menurun; (2) cyclical poverty, merupakan kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan; (3) seasonal poverty, adalah kemiskinan musiman yang sering dijumpai pada kasus nelayan dan pertanian; dan (4) accident poverty, yaitu kemiskinan yang tercipta karena adanya bencana alam, konflik, dan kekerasan, atau dampak dari suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.

Jhingan (1992) mengemukaan tiga ciri utama negara berkembang yang menjadi penyebab dan sekaligus akibat yang saling terkait pada kemiskinan. Pertama, prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memadai sehingga menyebabkan tingginya jumlah penduduk buta huruf dan tidak memiliki keterampilan ataupun keahlian. Kedua, sarana kesehatan dan pola konsumsi buruk sehingga hanya sebagian kecil penduduk yang bisa menjadi tenaga kerja produktif. Ketiga, penduduk terkonsentrasi di sektor pertanian dan pertambangan dengan metode produksi yang telah usang dan ketinggalam zaman.

Lingkaran Kemiskinan (Vicious Circle Nurkse)
Lingkaran Kemiskinan (Vicious Circle Nurkse)


Ukuran Kemiskinan 
Menurut BPS (2010), bahwa penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan.

Garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan. Garis kemiskinan makanan adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari.

Garis kemiskinan non makanan merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Penyebab Kemiskinan 
World Bank mengidentifikasikan penyebab kemiskinan dari perspektif akses dari individu terhadap sejumlah aset yang penting dalam menunjang kehidupan, yakni aset dasar kehidupan (misalnya kesehatan dan ketrampilan/pengetahuan), aset alam (misalnya tanah pertanian atau lahan olahan), aset fisik (misalnya modal, sarana produksi dan infrastruktur), aset keuangan (misalnya kredit bank dan pinjaman lainnya), dan aset sosial (misalnya jaminan sosial dan hak-hak politik). Ketiadaan akses dari satu atau lebih dari asetaset di atas merupakan penyebab seseorang masuk ke dalam kemiskinan.

Menurut Todaro dan Smith (2006), kemiskinan yang terjadi di negaranegara berkembang akibat dari interaksi antara 6 karakteristik berikut:

  1. Tingkat pendapatan nasional negara-negara berkembang terbilang rendah, dan laju pertumbuhan ekonominya tergolong lambat. 
  2. Pendapatan perkapita negara-negara berkembang juga masih rendah dan pertumbuhannya sangat lambat, bahkan ada beberapa yang mengalami stagnasi. 
  3. Distribusi pendapatan sangat timpang atau sangat tidak merata. 
  4. Mayoritas penduduk di negara-negara berkembang harus hidup di bawah tekanan kemiskinan absolut. 
  5. Fasilitas dan pelayanan kesehatan buruk dan sangat terbatas, kekurangan gizi dan banyaknya wabah penyakit sehingga tingkat kematian bayi di negara-negara berkembang sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang ada di negara maju. 
  6. Fasilitas pendidikan di kebanyakan negara-negara berkembang maupun isi kurikulumnya relatif masih kurang relevan maupun kurang memadai. 


Menurut Samuelson dan Nordhaus (1997), penyebab dan terjadinya penduduk miskin di negara yang berpenghasilan rendah adalah karena dua hal pokok, yaitu rendahnya tingkat kesehatan dan gizi, dan lambatnya perbaikan mutu pendidikan. Oleh karena itu, upaya yang harus dilakukan pemerintah adalah melakukan pemberantasan penyakit, perbaikan kesehatan dan gizi, perbaikan mutu pendidikan, pemberantasan buta huruf, dan peningkatan keterampilan penduduknya. Kelima hal itu adalah upaya untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia.

Pengaruh PDRB Terhadap Tingkat Kemiskinan 
Kuznet (2001), pertumbuhan dan kemiskinan mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang. Menurut penelitian Hermanto S. dan Dwi W. (2007) menyatakan bahwa ketika perekonomian berkembang di suatu wilayah (negara atau kawasan tertentu yang lebih kecil) terdapat lebih banyak pendapatan untuk dibelanjakan dan memiliki distribusi pendapatan dengan baik di antara wilayah tersebut, maka akan dapat mengurangi kemiskinan.

Wongdesmiwati (2009) menyebutkan bahwa penurunan kemiskinan di Indonesia dapat dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil dan faktor-faktor pendukung lainnya, seperti investasi melalui penyerapan tenaga kerja yang dilakukan oleh swasta dan pemerintah, perkembangan teknologi yang semakin inovatif dan produktif, serta pertumbuhan penduduk melalui peningkatan modal manusia.



Sumber:
Yoga P, (2012). Analisis Pengaruh PDRB, Pengangguran, Pendidikan, Dan Kesehatan Terhadap Kemiskinan Di Jawa Tengah Tahun 2004-2009. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2012.

Post a Comment for "Konsep dan Definisi Kemiskinan"