Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Metode Pengukuran Kinerja dan Efisensi Sektor Publik

Kinerja suatu perusahaan diukur dengan menggunakan efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi terdiri atas efisiensi teknis (technical efficiency) dan efisiensi alokasi (allocative efficiency). 

Efisiensi teknis adalah kombinasi antara kapasitas dan kemampuan unit ekonomi untuk memproduksi sampai tingkat output maksimum dari sejumlah input yang digunakan. Sedangkan efisiensi alokasi adalah kemampuan dan kesediaan unit ekonomi yang digunakan dalam proses produksi pada tingkat harga relatif. Seiring dengan perkembangannya penggunaan ukuran efisiensi saat ini tidak hanya digunakan bagi perusahaan saja, tetapi juga dapat digunakan dalam mengukur kinerja pemerintah atau sektor publik (Jafarov dan Gunnarsson, 2008).


Pengukuran efisiensi sektor publik khususnya dalam pengeluaran belanja pemerintah didefinisikan sebagai suatu kondisi ketika tidak mungkin lagi realokasi sumber daya yang dilakukan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Efisiensi pengeluaran belanja pemerintah daerah diartikan ketika setiap rupiah yang dibelanjakan oleh pemerintah daerah menghasilkan kesejahteraan masyarakat yang paling optimal. Ketika kondisi tersebut terpenuhi, maka dikatakan belanja pemerintah telah mencapai tingkat yang efisien.



Berdasarkan pada penelitian serupa yang dilakukan oleh Jafarov dan Gunnarsson (2008), dalam mengukur efisiensi efisiensi sektor publik maka digunakan pengukuran efisiensi teknis dimana nilai efisiensi diukur dengan menggunakan sejumlah input yang digunakan untuk menghasilkan sejumlah output tertentu. Lebih lanjut dalam pengukuran efisiensi sektor publik, efisiensi teknis dapat dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu efisiensi teknis biaya (technical cost efficiency), efisiensi teknis sistem (technical system efficiency), dan efisiensi keseluruhan (over all efficiency). Efisiensi teknis biaya merupakan pengukuran tingkat penggunaan sarana ekonomi/sejumlah input berupa besarnya nilai nominal belanja kesehatan yang dikeluarkan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat untuk menghasilkan sejumlah output berupa indikator ouput hasil antara (ouput intermediate) yang terdiri dari fasilitas dan layanan kesehatan. Kondisi efisien akan tercapai ketika sejumlah nominal belanja kesehatan yang dikeluarkan dalam jumlah tertentu dapat menghasilkan ouput berupa fasilitas dan layanan kesehatan yang maksimum.



Efisiensi teknis sistem merupakan pengukuran tingkat penggunaan sejumlah input berupa indikator ouput intermediate untuk menghasilkan sejumlah output berupa indikator hasil akhir (outcomes) yaitu derajat kesehatan masyarakat. Kondisi efisien akan tercapai jika penggunaan sejumlah input berupa fasilitas dan layanan kesehatan dalam jumlah tertentu akan menghasilkan output berupa derajat kesehatan yang maksimum.


Adapun pengukuran efisiensi keseluruhan dilakukan dengan cara menghubungkan secara langsung penggunaan indikator input berupa belanja kesehatan dengan hasil outcome kesehatan berupa derajat kesehatan masyarakat sebagai ouputnya. Kondisi yang efisien akan terjadi jika dengan besarnya belanja kesehatan sejumlah tertentu dapat menghasilkan derajat kesehatan masyarakat yang optimum.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi. Secara garis besar pendekatan-pendekatan tersebut dikelompokkan ke dalam dua teknik estimasi yaitu estimasi parametrik dan nonparametrik. Teknik-teknik analisis yang masuk dalam teknik non-parametrik adalah Data Envelopment Analiysis (DEA) dan Free Disposal Hull (FDH), sedangkan teknik analisis yang masuk dalam kelompok parametrik adalah The Stochastic Frontier Approach (SFA), The Thick Frontier Approach (TFA) dan Distribution Free Approach (DFA) (Ahmad Syakir, 2006).

Metode pengukuran efisiensi dengan menggunakan pendekatan nonparametrik yaitu DEA dan FDH sama-sama menggunakan teknik linear programming. Analisis DEA dan FDH sama-sama menghasilkan urutan skor efisiensi Unit Kegiatan Ekonomi (UKE). Angka efisiensi yang dihasilkan merupakan perbandingan kinerja suatu UKE dengan kurva batas kemunginan produksinya (production possibility frontier), oleh karena itu skor efisiensi UKE tersebut relatif terhadap kinerja kemungkinan terbaiknya. Metode pengukuran efisiensi dengan pendekatan non-parametrik khususnya DEA dapat digunakan untuk mengukur efisiensi teknis UKE secara relatif dengan menggunakan banyak input dan banyak output (multi input dan multi output).

Keunggulan lain dari penggunaan DEA dalam menghitung tingkat efisiensi adalah bahwa pengukuran efisiensi dengan DEA mengukur efisiensi secara relatif terhadap kemungkinan kinerja yang terbaik. DEA juga memberi arah pada UKE yang tidak efisien untuk meningkatkan efisiensinya melalui kegiatan benchmarking terhadap UKE yang efisien (efficient reference set). Secara spesifik pengukuran efisiensi memiliki beberapa kegunaan, yaitu :

  1. Sebagai tolok ukur untuk memperoleh efisiensi relatif, sehingga mempermudah perbandingan antara unit ekonomi satu dengan lainnya.
  2. Apabila terdapat variasi tingkat efisiensi dari beberapa unit ekonomi yang ada maka dapat dilakukan penelitian untuk menjawab faktor-faktor apa saja yang menentukan perbedaan tingkat efisiensi, dengan demikian dapat ditemukan solusi yang tepat.
  3. Informasi mengenai efisiensi memiliki impikasi kebijakan karena manajer dapat menentukan kebijakan perusahaan secara tepat.

Dalam analisis pendekatan DEA terdapat dua pengklasifikasian dasar model berdasarkan orientasinya yaitu DEA dengan orientasi input dan DEA dengan orientasi output. Orientasi ini tergantung pada keterbatasan kontrol oleh manajemen/pengguna model DEA baik terhadap input atau output yang dimiliki oleh unit tersebut. Bila manajemen memiliki kontrol yang terbatas pada output ataupun tidak ada keterkaitan sama sekali antara input terhadap outputnya, maka model DEA yang dipilih adalah yang berorientasi pada input. Model DEA yang berorientasi pada output, digunakan pada unit yang telah memiliki input yang memadai sehingga manajemen unit tersebut hanya berfokus pada output dan pengembangannya melalui strategi pemasaran atau menaikkan reputasi kualitas pelayanannya di mata pelanggan. Jika sebuah organisasi secara teknis tidak efisien dari suatu perspektif yang berorientasi input, maka dia juga akan secara teknis tidak efisien dari suatu perspektif yang berorientasi output.

Dalam pendekatan DEA dikenal dua model pendekatan berdasar hubungan antara variabel input dengan outputnya yaitu model CRS (Constant Returns To Scale) serta model VRS (Variable Returns To Scale). Model dengan kondisi CRS mengindikasikan bahwa penambahan terhadap faktor produksi (input), tidak akan memberikan dampak pada tambahan produksi (ouput). Sedangkan model dengan kondisi VRS akan memperlihatkan bahwa penambahan sejumlah faktor produksi (input) akan memberikan peningkatan ataupun penurunan kapasitas produksi (output).

Hasil yang diperoleh dari penggunaan model CRS atau VRS, digambarkan sebagai titik-titik yang dihubungkan dengan garis (frontier) berupa bentuk grafik 2 dimensi, akan menunjukkan pola yang berbeda (gambar Model CRS, VRS dan Return To Scale). Model CRS akan membentuk garis perbatasan (frontier) lurus yang proposional terhadap kenaikan input dan outputnya (OBX) tanpa memperhitungkan ukuran organisasi, sementara model VRS cenderung akan membentuk garis perbatasan cembung (VaCBD).

Gambar Model CRS, VRS dan Return To Scale
Sumber : Javarov dan Gunnarsson (2008)

Titik B merupakan UKE yang mewakili skala efisiensi optimal dibawah asumsi VRS dan CRS, sedangkan titik C berada pada batasan efisien menurut VRS tapi inefisien menurut CRS dan titik F berada pada skala inefisiensi karena tak berada pada batasan efisien baik dengan asumsi VRS atau CRS. Titik I berada dalam kondisi IRS (Increasing Return To Scale) dimana Skala nilai inefisiensinya ditentukan oleh rasio jarak HG/HC dengan nilai efisiensinya berdasarkan asumsi VRS berada pada jarak HC/HI, sementara titik E yang menjauhi skala optimal berada pada kondisi DRS (Decreasing Return To Scale).



Sumber:
Yatiman Nur, (2012). Analisis Efisiensi Teknis Anggaran Belanja Sektor Kesehatan Pemda Kab-Kota Di Provinsi Yogyakarta Tahun 2008 - 2010. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2012.

Post a Comment for "Metode Pengukuran Kinerja dan Efisensi Sektor Publik"