Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

Tinjauan Umum Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (Tinjauan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 dan Nomor 33 tahun 2004)
Dalam Ketentuan Umum UU Nomor 25 Tahun 1999 dijelaskan tentang apa yang dimaksud dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah :
“Suatu sistem pembiayaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan,yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta pemerataan antar daerah secara proposional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata acara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya.“

Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah merupakan suatu sistem hubungan keuangan yang bersifat vertikal antara pemerintah pusat dan daerah (intergovernmental fiscal relation system), sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dalam bentuk penyerahan sebagian wewenang pemerintahan. Oleh karena itu, dikatakan bahwa hubungan keuangan merupakan sebuah sistem pembiayaan penyelenggaraan pemerintah pusat dan daerah.

Pada UU No. 25 tahun 1999 dijelaskan tentang struktur keuangan daerah yang baru setelah diterapkannya otonomi daerah di Indonesia. Pada UU ini menyebutkan pada pasal 3 bahwa sumber-sumber penerimaan daerah (TR) dalam pelaksanaan desentralisasi meliputi : Pendapatan Asli Daerah (PAD); Dana Perimbangan (DP); Pinjaman Daerah (LOAN); Penerimaan lain-lain yang sah (OTH.REV). Maka persamaannya berbentuk:

TR = PAD + DP +LOAN + OTH.REV

Kebijaksanaan perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah dilakukan dengan mengikuti pembagian kewenangan atau money follows function. Hal ini berarti bahwa hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah perlu diberikan pengaturan sedemikian rupa, sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggungjawab Daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada.

Selanjutnya dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas desentralisasi, kepada Daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak/retribusi (tax assignment) dan pemberian bagi hasil penerimaan (revenue sharing) serta bantuan keuangan (grant) atau dikenal sebagai Dana Perimbangan.

Dana perimbangan adalah salah satu sumber penerimaan daerah. Pada pasal 6 UU No.25 tahun 1999 dana perimbangan terdiri dari : Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB BPHTB), dan penerimaan dari bagi hasil sumber daya alam (SDA); Dana Alokasi Umum (DAU) diatur pada pasal 7 UU No. 25 tahun 1999 formula yang digunakan dalam pembagian DAU yaitu menggunakan dua criteria yaitu kemampuan fiscal (fiscal capacity) dan kebutuhan fiscal pemerintah daerah; Dana Alokasi Khusus (DAK) yang tercantum pada pasal 8 UU No. 25 tahun 1999.

Distribusi Dana Perimbangan di Indonesia Berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 1999 dan PP Nomor 104 Tahun 2000 (Dalam Persentase)


Sejak digulirkannya kebijakan otonomi daerah melalui UU No. 22 dan 25 tahun 1999, cukup banyak permasalahan yang muncul terhadap implementasi kebijakan ini. Berdasarkan hal ini, pemerintah pusat melakukan revisi kebijakan otonomi daerah melalui UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Anehnya, dalam kedua kebijakan ini, juga mengatur hal yang berkaitan dengan perencanaan dan penganggaran di daerah.


Pada UU No. 33 tahun 2004 terdapat beberapa pokok perubahan dalam pengelolaan perimbangan keuangan pusat dan daerah, yaitu :
  • Penegasan Prinsip-prinsip dasar Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah sesuai asas Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;
  • Penambahan jenis Dana Bagi Hasil dari sektor pertambangan panas bumi, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21;
  • Pengelompokan Dana Reboisasi, yang semula termasuk dalam komponen DAK menjadi DBH;
  • Penyempurnaan prinsip pengalokasian DAU;
  • Penyempurnaan prinsip pengalokasian DAK;
  • Penambahan pengaturan Hibah dan Dana Darurat;
  • Penyempurnaan persyaratan dan mekanisme Pinjaman Daerah, termasuk Obligasi Daerah;
  • - Pengaturan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan;
  • - Penegasan pengaturan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD);
  • - Penegasan sanksi dalam rangka penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan responsibilitas

Distribusi Dana Perimbangan di Indonesia Berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 (Dalam Persentase)





Pada UU No.33 tahun 2004 untuk Dana Alokasi Umum yang semula ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri dari APBN berubah menjadi 26 %. Kemudian pada Dana Alokasi Khusus, dana reboisasi yang tadinya termasuk dalam DAK, dipindahkan ke dalam kategori bagi hasil. Dan untuk Dana Bagi Hasil terdapat tambahan pada DBHSDA yaitu bagi hasil pertambangan panas bumi dan pada DBH pajak yaitu bagi hasil dari penerimaan pajak penghasilan (PPh) lebih lengkapnya dapat dilihat dari tabel 2.2. Terdapat perubahan komposisi persentase dana perimbangan pada dana bagi hasil PBB, Minyak bumi dan gas alam dan terdapat satu sumber dana bagi hasil SDA yang baru yaitu dari pertambangan panas bumi. Pada bagi hasil pertambangan minyak bumi dan gas alam masing-masing terdapat selisih 0,5% yang digunakan untuk menambah anggaran pendidikan dengan rincian 0,1% untuk propinsi yang bersangkutan; 0,2% untuk kabupaten/kota penghasil; 0,2% dibagikan pada kabupaten/kota lainnya dalam satu propinsi.


Sumber:
Elfira Rika, (2005). Analisis Pengaruh Dana Perimbangan  Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Disparitas Pendapatan Antar Daerah Pasca Desentralisasi Fiskal Di Indonesia. Skripsi S1, Universitas Padjadjaran Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Dan Studi Pembangunan

Post a Comment for "Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah"