Pengaruh Faktor Psikografi Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen
A. Perilaku Konsumen
Pemahaman terhadap perilaku konsumen dalam melakukan pembelian merupakan salah satu tugas penting manager pemasaran. Hal ini disebabkan karena dengan diketahuinya perilaku konsumen dalam pasar, maka perusahaan dapat menentukan kebutuhan dan keinginan pasar serta dapat memberikan kepuasan dengan lebih efektif dan efisien (Kotler, 1994:18). Penyusunan program pemasaran seperti ini sesuai dengan salah satu falsafah pemasaran yaitu konsep pemasaran (Pawitra, 1993:4).
Konsep pemasaran menggunakan perspektif dari luar ke dalam. Artinya bahwa, konsep ini dimulai dengan pemasaran yang terdefinisikan dengan baik, memfokuskan pada kebutuhan pelanggan, pengkoordinasian semua kegiatan yang akan mempengaruhi pelanggan, dan menghasilkan keuntungan melalui penciptaan kepuasan konsumen. Jadi konsep pemasaran berpijak pada empat pilar utama yaitu fokus pada pasar, orientasi pelanggan, pemasaran yang terkoordinasi, dan kepuasan.
Berpijak pada konsep pemasaran di atas, maka pengetahuan tentang kebutuhan dan keinginan konsumen atas pasar sasaran perlu mendapat perhatian dari para manager pemasaran. Hal ini disebabkan karena kebutuhan adalah suatu keadaan dimana terdapat perasaan kekurangan akan kepuasan tertentu, sedangkan keinginan adalah dorongan-dorongan akan pemuasan tertentu dari kebutuhan yang lebih dalam (Kotler, 1994:7). Untuk mengetahui mengapa konsumen memilih produk, merek, penjual, waktu pembelian, dan jumlah pembelian tertentu, maka diperlukan studi tentang sikap konsumen.
Model perilaku pembelian menunjukkan bahwa sikap pembelian konsumen muncul sebagai respon terhadap rangsangan yang diterima. Rangsangan itu berasal dari luar dirinya yaitu rangsangan pemasaran dan rangsangan lingkungan. Rangsangan pemasaran meliputi atribut-atribut produk yang diturunkan oleh pemasar kepada konsumen yang biasanya dikelompokkan ke dalam bauran pemasaran (produk, harga, tempat dan promosi), sedangkan rangsangan lingkungan meliputi : lingkungan ekonomi, teknologi, politik dan sosial-budaya.
Rangsangan lingkungan umumnya tidak mudah untuk dikendalikan oleh pemasar. Pemasar lebih mudah mempengaruhi sikap konsumen melalui rangsangan pemasaran dari pada rangsangan lingkungan. Walaupun demikian, pemasar tetap perlu mengetahui kondisi lingkungan agar mampu mempengaruhi sikap konsumen dengan lebih efektif dan efisien. Pemasar perlu memahami bagaimana latar belakang seorang pembeli (ciri-ciri pembeli) dapat mempengaruhi perilaku pembeliannya dan bagaimana pembeli melewati proses pembuatan keputusannya untuk membuat pilihan pembelian. Latar belakang pembeli dapat dilihat dari faktor-faktor : budaya, sosial, politik dan psikografi.
Sikap konsumen akan mempengaruhi pilihannya dalam membeli, dimana seseorang mempunyai sikap terhadap segala sesuatu, misalnya : agama, politik, pakaian, makanan, dan lain-lain. Sikap menempatkan seseorang dalam kerangka berpikir, menyukai atau tidak menyukai, menghampiri atau menjual. Menurut Azwar (1988:24) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap yaitu : pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dalam diri individu. Hal tersebut menunjukkan bahwa sikap konsumen bisa diubah. Dua cara lain yang bisa dilakukan pemasar untuk mempengaruhi seseorang untuk membeli produk atau merek yaitu : menyesuaikan atribut-atribut produknya dengan sikap konsumen yang telah ada, atau dengan mengubah sikap konsumen. Pilihan manapun dilakukan tentunya didasarkan pada biaya yang dikeluarkan untuk setiap alternatif.
B. Pengertian Sikap Konsumen
Menurut Krech dan Crutch field (1984:152), sikap adalah suatu organisasi yang abadi tentang motivasi, emosi, persepsi, dan proses kognitif mengenai beberapa aspek lingkungannya. Menurut Fishbein & Aizein (1975:6), sikap merupakan suatu kecenderungan yang terpelajari dalam memberikan respon menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten mengenai obyek tertentu. Sedangkan menurut Loudon dan Bitta (1993:423), sikap merupakan penilaian positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, setuju atau tidak setuju dari perasaan seseorang terhadap suatu obyek. Namun selanjutnya Fishbein (1993:422) menyatakan bahwa lebih dari 100 definisi tentang sikap, dengan demikian maka belum ada kesepakatan yang baru tentang definisi sikap.
Menurut Loudon dan Bitta (1993:5), konsumen adalah siapapun sebagai pemakai. Konsumen dibedakan dengan istilah pelanggan. Pengertian pelanggan digunakan untuk seseorang yang melakukan pembelian secara teratur dari suatu toko khusus atau perusahaan. Sedangkan konsumen tersebut biasanya dibedakan menurut segmennya, misalnya segmentasi konsumen berdasarkan jenis kelamin : pria – wanita, dan segmentasi berdasarkan pendidikan mulai dari SD sampai dengan PT.
C. Komponen-komponen Sikap
Sikap seseorang terhadap suatu obyek dibentuk oleh tiga komponen utama. Diagram 6.3 berikut mengilustrasikan tentang tiga komponen sikap yaitu : afektif, kognitif, dan psikomotorik (perilaku).
Komponen afektif merupakan perasaan atau reaksi emosi seseorang tentang suatu obyek. Obyek tersebut berupa atribut produk yaitu ciri-ciri atau sifat-sifat produk atau merek. Apakah merek yang ada baik atau buruk? Apakah diinginkan? Apakah disukainya? Komponen kognitif, mencakup suatu keyakinan dan pengetahuan tentang suatu obyek. Apakah produk tersebut mahal harganya? Apakah produk tersebut cocok? Komponen ketiga merupakan komponen behavioral atau komponen yang berkaitan dengan soal psikomotor atau perilaku. Komponen behavioral merefleksikan perilaku-perilaku yang direncanakan dan aktual terhadap obyek yang bersangkutan. Komponen tersebut merupakan sebuah predisposisi terhadap tindakan.
Stumulus dalam kaitannya dengan restoran fast food, adalah berupa atribut restoran fast food seperti : servis, cita rasa, kebersihan, keragaman, jarak restoran dan promosi. Calon konsumen memiliki keyakinan dan pengetahuan tentang atribut produk misal : servisnya berkualitas, menu hidangannya beragam, harganya terjangkau, sarana parkirnya memadai dan lain-lain. Aspek kognitif tersebut mempengaruhi perasaan emosional positif atau negatif terhadap produk restoran fast food dan predisposisi calon konsumen yang bersangkutan terhadap aspek perilaku dalam pembelian.
Komponen sikap manakah yang terpenting dalam situasi pembelian? Menurut Winardi (1991:138), bobot komponen-komponen sikap terhadap produk berkaitan dengan situasi yang dihadapi pembeli dan tipe pembeli. Barang-barang perhiasan dan barang-barang mode lain misalnya, maka masalah perasaan atau emosi mungkin merupakan hal yang dominan. Bagi keluarga baru, yang sedang membangun rumah, studi mereka untuk memilih bahan-bahan bangunan dan peralatan rumah tangga, menyebabkan komponen kognitif menjadi terpenting. Orang yang setia terhadap merek Toyota ketika ingin mengganti mobilnya, maka cenderung membeli lagi mobil merek Toyota. Jadi dalam hal ini komponen behavioral merupakan komponen terpenting. Pembeli organisatoris dalam melakukan pembelian produk, perlu melakukan studi tentang produk yang diperlukan organisasinya, sehingga komponen kognitifnya lebih menonjol dibandingkan komponen sikap lainnya.
D. Pengukuran Komponen Sikap dan Perilaku Pembelian
Permasalahan mendasar dalam pengukuran sikap konsumen adalah kemungkinan tidak adanya kesesuaian antara sikap dengan perilaku. Sejauh mana suatu pengukuran sikap sesuai atau cocok dengan perilaku akan bergantung kepada seberapa baik pengukuran tersebut menangkap empat elemen perilaku yakni : elemen tindakan, target, waktu dan konteks (Jaccard, et.al., 1977:817). Pengukuran sikap menggambarkan elemen tindakan secara akurat. Misalnya, kebutuhan dan kemampuan seseorang bisa saja memiliki penilaian positif terhadap suatu produk, tetapi ketika produk tersebut tidak dibutuhkan atau tidak memiliki kemampuan, maka tidak akan dibeli. Sedangkan elemen target dapat bersifat umum (misalnya membeli makanan) atau sangat spesifik (misalnya membeli makanan fast food “X”). Pengukuran sikap yang lebih akurat, targetnya harus lebih spesifik. Selanjutnya elemen waktu berfokus pada kerangka waktu dimana perilaku diharapkan terjadi. Seandainya pada hari Jumat, ditanya tentang sikap seseorang terhadap pembelian fast food, sikap orang tersebut sangat mendukung karena telah direncanakan untuk membelinya pada hari minggu. Kalau pada hari sabtu, seseorang ditanya apakah sudah membeli fast food tentu saja menjawab belum. Jadi dari contoh diatas menunjukkan bahwa elemen waktu penting dalam pengukuran sikap. Berbeda dengan tiga elemen diatas, maka elemen konteks mengacu pada tempat dimana perilaku diharapkan terjadi, seperti misal fast food, dapat dibeli diberbagai tempat. Untuk itu harus jelas tempatnya dimana, karena ada kemungkinan perbedaan tempat bisa berpengaruh terhadap kualitas atribut produknya. Sikap agar sesuai dengan perilaku, maka elemen-elemen tersebut harus diperhatikan dalam pengukuran sikap. Pengukuran sikap dapat dibagi berdasarkan komponen-komponen yaitu: kognitif, afektif, dan behavior. Contoh pengukuran sikap dapat dilihat pada angket penelitian terlampir. Komponen kognitif bisa dilihat pada pertanyaan nomor 16, afektif pada pertanyaan nomor 15, behavior pada pertanyaan nomor 19 dan 20.
E. Atribut Produk
Sikap seseorang biasanya memainkan peranan utama dalam membentuk perilaku. Keputusan tentang merek apa yang akan dibeli atau restoran mana yang dijadikan langganan, maka konsumen secara khas memilih merek atau restoran yang dievaluasi yang nilainya paling menguntungkan. Akibatnya, peningkatan sikap dapat menjadi sasaran pemasar yang berguna. Selanjutnya konsumen mengevaluasi atribut produk untuk memilih merek atau restoran. Atribut merupakan karakteristik atau sifat suatu produk, dan umumnya mengacu pada karakteristik yang berfungsi sebagai kriteria evaluatif selama pengambilan keputusan (Engel, et.al., 1992:404). Sehingga pemasar perlu mengetahui tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut produk yang menjadi pertimbangan konsumen untuk mengambil keputusan pembeliannya dan juga sikap konsumen terhadap atribut produk tersebut.
Informasi tentang tingkat kepentingan terhadap atribut-atribut produk bagi konsumen berguna bagi penyusunan program pemasaran. Analisis multi atribut dapat digunakan untuk mengolah informasi tersebut. Suatu ilustrasi diberikan oleh kisi-kisi kepentingan performansi simultan yang disajikan dalam diagram 6.4. Sebuah atribut diklasifikasikan ke dalam salah satu dari delapan sel. Klasifikasi ini bergantung kepada tinggi atau rendah kepentingan terhadap atribut dan baik atau buruk performansi merek pada atribut produkya. Implikasi pemasaran kemudian ditarik dari dan untuk masing-masing sel. Sebagai contoh, performansi yang buruk bagi semua merek pada atribut yang dianggap penting, menandakan “peluang yang terabaikan”. Jadi, peningkatan performansi merek pada atribut produk, dapat diubah menjadi keuntungan yang kompetitif (competitive advanted). Namun, performansi yang buruk bagi semua merek pada atribut yang dianggap tidak penting, menggambarkan peluang bisnis yang kecil. Peningkatan performansi merek akan memiliki dampak pada pilihan konsumen. Kisi-kisi performsi secara simultan seperti diuraikan pada gambar berikut :
Suatu analisis multi atribut juga dapat memberikan informasi yang diperlukan untuk beberapa jenis segmen pasar. Sebagai contoh, orang mungkin merasakan manfaat segmentasi konsumen berdasarkan kepentingan yang mereka tempatkan pada berbagai atribut. Kegiatan pemasaran akan sangat berbeda bila target konsumen terutama berkepentingan dengan pembelian pada harga yang rendah daripada pembelian pada kualitas yang tinggi. Manfaat lain dari analisis multi atribut adalah implikasinya untuk pengembangan produk baru (Hoolbrook dan Harlena, 1988:23). Penemuan tentang sajian terbaru tidak mencukupi merek ideal, akan mengungkapkan suatu peluang untuk memperkenalkan suatu sajian baru yang lebih menyerupai yang ideal.
Informasi tentang sikap konsumen terhadap atribut produk berguna bagi pemasar dalam berbagai bentuk. Sikap sering digunakan untuk menilai keefektifan kegiatan pemasaran. Contohnya, pertimbangan sebuah kampanye iklan yang dirancang untuk menaikkan penjualan dengan meningkatkan sikap konsumen. Pengandalan semata-mata pada penjualan untuk mengevaluasi keberhasilan kampanye tersebut secara potensial dapat menyesatkan, karena penjualan di pengaruhi oleh banyak faktor di luar iklan (misalnya pesaing yang membanting harga sebagai respon terhadap kampanye tersebut). Sebagai akibatnya, iklan mungkin memiliki dampak terhadap sikap tanpa mempengaruhi penjualan. Namun, jika iklan gagal memberikan pengaruh yang diharapkan pada sikap, maka perlu untuk memperbaiki kampanye tersebut. Menurut MacKenzie, et al (1986:130) sikap yang dibentuk terhadap suatu iklan harus pula dipertimbangkan karena dapat menentukan daya bujuk iklan yang bersangkutan. Sikap dapat pula membantu mengevaluasi tingkatan pemasaran sebelum dilaksanakan di dalam pasar. Keputusan mengenai suasana restoran adalah salah satu alternatif yang dapat membangkitkan sikap paling menguntungkan dari konsumen yang akan berguna dalam tahap seleksi akhir.
F. Segmentasi Demografis dan Hubungannya dengan Sikap dan Perilaku Konsumen Terhadap Atribut Produk
Menjangkau pasar sasaran memerlukan 3 langkah utama, yaitu : segmentasi pasar, pembidikan pasar, dan penempatan produk (Kotler, 1994:265). Segmentasi pasar (market segmentation) yaitu suatu tindakan untuk membagi-bagi pasar menjadi kelompok-kelompok pasar atau pembeli yang lebih homogin yang membutuhkan produk-produk atau kombinasi pemasaran yang terpisah. Langkah kedua adalah pembidikan pasar (market targeting), yaitu suatu tindakan untuk mengembangkan ukuran-ukuran daya tarik pasar yang dimasuki. Langkah ketiga adalah penempatan (positioning) produk, yaitu suatu tindakan untuk menempatkan posisi bersaing perusahaan dan penawarannya yang tepat pada setiap pasar sasaran.
Pasar konsumen terdiri dari para pembeli yang berbeda dalam salah satu hal atau lebih. Para pembeli, bisa dibedakan berdasarkan segmentasinya, yaitu : geografis, demografis, psikografis, dan perilaku. Segmentasi demografis terdiri dari pembagian masyarakat menjadi kelompok-kelompok yang berdasarkan pada variabel-variabel : umur, pekerjaan, jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan, agama, ras dan kebangsaan (Kotler, 1994:272). Variabel-variabel demografis adalah dasar paling populer untuk melakukan segmentasi. Alasannya adalah keinginan, preferensi, dan tingkat kegunaan seringkali berkaitan dengan variabel-variabel demografis, dan lebih mudah diukur daripada kebanyakan variabel-variabel lain.
a. Umur dalam Menentukan Sikap dan Perilaku Konsumen terhadap Atribut Produk
Umur seseorang senantiasa bertambah dan dengan penambahan umur semakin banyak kejadian yang didengar, dilihat dan dialami, sehingga menambah pengalamannya tentang suatu obyek. Demikian pula dengan bertambahnya umur sesorang, umumnya tingkat emosinya juga berbeda. Dalam memberikan respon terhadap suatu rangsangan, seorang konsumen bisa berbeda karena kemampuannya mengendalikan emosi yang berbeda. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa sikap konsumen terhadap suatu obyek atau atribut dapat dipengaruhi oleh tingkat umur seseorang.
b. Jenis Pekerjaan dalam Menentukan Sikap dan Perilaku Konsumen terhadap Atribut Produk
Perbedaan jenis pekerjaan konsumen juga dapat menimbulkan sikap yang berbeda terhadap suatu obyek atau atribut produk. Karena setiap jenis pekerjaan membawa pengalaman pribadi, pengaruh orang lain, pengaruh kebudayaan tempat kerja yang cenderung berbeda sehingga selanjutnya akan membentuk pekerja yang memiliki sikap yang berbeda. Jenis pekerjaan dalam studi ini dikelompokkan sebagai berikut : pegawai negeri, pegawai swasta, pelajar/mahasiswa, pengusaha, dan ibu rumah tangga.
c. Jenis Kelamin dalam Menentukan Sikap dan Perilaku Konsumen terhadap Atribut Produk
Tidak semua produk dapat dibedakan menurut segmen ini. Makanan misalnya, jarang dibedakan menurut jenis kelamin/gender. Tetapi produk-produk yang berhubungan dengan gaya hidup seperti ; pakaian, rokok, kendaraan, sepatu, dan peralatan rumah tangga, umumnya dapat menggunakan segmen ini.
d. Tempat Tinggal dalam Menentukan Sikap dan Perilaku Konsumen terhadap Atribut Produk
Sekitar 70% penduduk Indonesia yang pada tahun 1990 tinggal di daerah pedesaan akan semakin terkonsentrasi di daerah perkotaan. Ananta dan Anwar (1996) memperkirakan, pada tahun 2000 jumlah penduduk di pedesaan berkurang dari 123,8 juta (1990) menjadi 122 juta. Pada tahun 2010 diperkirakan hanya tinggal 50% penduduk yang masih tinggal di pedesaan. Dengan demikian Indonesia akan dikepung oleh warna perkotaan yang ditandai dengan munculnya kota-kota baru di sekitar kota besar dalam bentuk : real estate, pusat-pusat belanja moderen (mal dan pasar swalayan), kepadatan lalu lintas dan jasa-jasa (keuangan dan perbankan, pendidikan, transportasi, biro perjalanan, penyalur tenaga kerja dan sebagainya) akan selalu menonjol.
e. Pendidikan dalam Menentukan Sikap dan Perilaku Konsumen terhadap Atribut Produk
Pasar dapat pula dikelompokkan menurut tingkat pendidikan yang dicapai konsumen. Pendidikan yang berhasil diselesaikan konsumen biasanya menentukan pendapatan dan kelas sosial seseorang. Selain itu pendidikan juga menentukan tingkat intelektualitas seseorang. Pada gilirannya, tingkat intelektualitas ini akan menentukan pilihan barang-barang, merek, jenis hiburan, dan sebagainya.
f. Agama dalam Menentukan Sikap dan Perilaku Konsumen terhadap Atribut Produk
Segmentasi berdasarkan agama telah digunakan di Indonesia untuk memasarkan makanan dan minuman seperti ; sabun mandi, rumah makan, jasa-jasa keuangan (perbankan dan asuransi), surat kabar dan majalah, busana, dan lain sebagainya. Segmentasi berdasarkan agama tidak dapat dilakukan terhadap setiap jenis produk. Ada pengusaha yang cenderung menjangkau semua kelompok agama, menggunakan jargon-jargon agama dalam melakukan komunikasi. Sementara itu ada pengusaha lain yang membidik umat beragama tertentu. Segmentasi ini umumnya sangat sensitif dan memerlukan keseriusan dalam menjalin hubungan dengan konsumennya. Segmentasi berdasarkan agama hanya dapat diterapkan pada komoditi tertentu yang pasarnya amat sensitif terhadap simbol-simbol agama.
g. Suku/Ras dan kebangsaan dalam Menentukan Sikap dan Perilaku Konsumen terhadap Atribut Produk
Produsen dapat melakukan segmentasi berdasarkan suku atau kebangsaan konsumen, sepanjang memiliki perbedaan yang mencolok dalam kebiasaan-kebiasan dan kebutuhan-kebutuhannya, dibandingkan dengan suku-suku lain. Selain itu segmennya harus cukup besar, potensial, dan memiliki daya beli tinggi. Suku-suku tertentu biasanya memiliki ciri khas dalam ha makanan, pakaian, dan cara berkomunikasi, makanan, musik, hiburan, rokok, obat-obatan, perabotan rumah tangga umumnya dapat disegmen menurut cara ini.
G. Segmentasi Psikografis dan Hubunganya dengan Sikap dan Perilaku Terhadap Atribut Produk
Istilah psikografis memiliki ide yang menggambarkan (grafik) faktor-faktor psikologis (psycho) yang membentuk konsumen (Mowen, 2002:283). Namun dalam prakteknya, psikografis dipergunakan untuk mengukur gaya hidup konsumen dengan menganalisis aktivitas, minat dan opini (activities-interests, and opinion - AIO). Analisis psikografis adalah jenis riset konsumen yang menggambarkan segmen konsumen dalam hal bagaimana mereka hidup, bekerja, dan bermain (Mowen, 2002:282). Tujuan riset psikografis biasanya adalah untuk aplikasi dasar, yitu dipergunakan oleh para peneliti pasar untuk menguraikan segmen konsumen yang nantinya akan membantu organisasi mencapai dan memahami konsumennya. Studi psikografis biasanya mencakup pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menilai gaya hidup pasar target, karakteristik kepribadian dan karakteristik demografi. Jadi, psikografis (psychographics) adalah investigasi kuantitatif atas gaya hidup konsumen, karakteristik kepribadian dan karakteristik demografi.
Konsep gaya hidup konsumen cukup berbeda dengan kepribadian. Gaya hidup (lifestyle) menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana mereka membelanjakan uangnya, dan bagaimana mereka mengalokasikan waktu mereka. Oleh karenanya, hal ini berhubungan dengan tindakan dan perilaku sejak lahir, berbeda dengan kepribadian yang menggambarkan konsumen dari perspektif yang lebih internal, yaitu : karakteristik pola berpikir, perasaan, dan memandang konsumen.
Gaya hidup dan kepribadian hubungannya sangat erat. Konsumen yang kepribadiannya dikategorikan berisiko rendah tidak mungkin memiliki gaya hidup seperti berspekulasi di pasar modal atau melakukan aktivitas-aktivitas kesenangan seperti mendaki gunung, terbang layang, dan menjelajah hutan. Akan tetapi, jika dihubungkan dengan setiap diri pribadi gaya hidup dan kepribadian perlu dibedakan dengan dua alasan penting.
Pertama, secara konseptual keduanya berbeda. Kepribadian merujuk pada karakteristik internal seseorang, sedangkan gaya hidup merujuk pada manifestasi eksternal dari karakteristik tersebut atau bagaimana seseorang hidup. Walaupun kedua konsep ini menguraikan individu, namun keduanya menguraikan aspek individu yang berbeda.
Kedua, gaya hidup dan kepribadian memiliki implikasi manajerial yang berbeda. Beberapa penulis telah merekomendasikan bahwa manajer pemasaran yang secara bertahap harus mensegmen pasar dengan pertama-tama mengindentifikasi segmen gaya hidup dan kemudian menganalisis segmen ini pada kepribadian yang berbeda. Dengan pertama-tama mengindentifikasi orang-orang yang menunjukkan pola perilaku pembelian produk yang konsisten, penggunaan waktu mereka, dan terlibat dalam berbagai aktivitas, para pemasar dapat mendefinisikan sejumlah besar individu dengan gaya hidup yang serupa. Setelah segmen tersebut diindentifikasi, lalu mereka dapat menggunakan sifat-sifat kepribadian yang sesuai untuk memperdalam pemahaman tentang faktor-faktor internal yang mendasari pola/gaya hidup.
H. Psikografis dan Pernyataan AIO
Untuk mengetahui gaya hidup konsumen, para peneliti psikografis menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang disebut pernyataan AIO (AIO Statements) yang berusaha mengungkapkan aktivitas, minat, dan opini konsumen. Pertanyaan aktivitas (activity questions) meminta kepada konsumen untuk mengindikasikan apa yang mereka lakukan, apa yang mereka beli, dan bagaimana mereka menghabiskan waktu. Pertanyaan minat (interest questions) memfokuskan pada preferensi dan prioritas konsumen. Sementara pertanyaan opini (opinion questions) menyelidiki pandangan dan perasaan konsumen mengenai topik-topik peristiwa dunia, lokal, moral, ekonomi dan sosial.
Pertanyaan-pertanyaan mengenai AIO yang umum lebih berguna untuk pengembangan profil pasar konsumen, yang membantu para manajer memahami gaya hidup umum dari segmen yang ditargetkan.
I. Inventarisasi Psikografis VALS
Inventaris psikografis saat ini yang sangat populer dimata korporasi adalah VALS (Value And Lifestyles). Inventarisasi psikografis konsumen terbaik yang dikembangkan adalah skema klasifikasi gaya hidup (VALS Lifestyle Classification Scheme) yang dikembangkan oleh Standford Research Institute (SRI). Selama bertahun-tahun VALS telah banyak dipergunakan oleh korporasi Amerika Serikat untuk mensegmen pasar dan menuntun mereka dalam pengembangan strategi iklan serta produk.
Dalam kenyataannya, SRI mengembangkan dua inventarisasi psikografis yang saat ini dipergunakan oleh perusahaan. Pertama, yang disebut VALS-1, didasarkan atas teori motivasi Maslow. Pendekatan kedua, yang disebut VALS-2, dirancang secara khusus untuk mengukur pola pembelian konsumen. Para pencipta VALS memandang konsumen telah berpindah melalui serangkaian tahapan yang disebut hierarki berganda (double hierarchy).
Seperti yang ditunjukkan pada diagram 6.5, hirarki berganda terdiri dari empat kategori manusia. Orang dengan dorongan kebutuhan (need-driven person), orang yang outer-directed (outer-directed person), orang yang inner-directed (inner-directed person), dan orang yang terintegrasi (integrated person). (Mowen , 2002 : 287). Penjelasan rinci masing-masing kategori tersebut adalah :
1) Kelompok Dorongan Kebutuhan (Need-Driven Group)
a) Survivors; cirinya miskin, tua, kurang sehat, dan berpendidikan rendah
b) Sustainer; Cirinya juga miskin, tetapi merasa menghilangkan sesuatu. Tidak pernah berhenti berharap. Lebih muda dari survivors dan seringkali merupakan kelompok minoritas, sustainers lebih percaya diri, banyak membuat perencanaan, dan berharap lebih di masa depan dibandingkan survivors.
2) Kelompok Outer-Directed
Berfokus pada apa yang diperlukan oleh orang lain dan menyesuaikan hidup mereka pada hal-hal yang nyata, berwujud, dan materialistik.
a) Belongers; Orang Amerika kelas menengah. Kebanyakan kulit putih, pendapatan menengah, dan setengah baya atau tua. Mereka menghargai keluarga, gereja, dan negara.
b) Emulators; Berusaha keras dengan semangat untuk lebih maju dengan mencontoh achievers. Sangat ambisius, tetapi lebih suka berbelanja daripada menabung.
c) Achievers; Kaya, berpendapatan tinggi, pekerja profesional bebas, konservatif.
3) Kelompok Inner-Directed
Berfokus pada masalah dari dalam diri mereka, mereka berusaha mencari tugas-tugas dengan keterlibatan yang intensif.
a) Kelompok I-Am-Me; Muda, belum menikah, dan dicirikan dengan perubahan dalam hal emosi, perasaan, dan sudut pandang, antusias, nekat, dan menyukai ide-ide baru serta posesif.
(i) Experiantials; Sangat terlibat dalam aktivitas, seperti keributan, hedonisme atau olahgara. Mandiri, percaya diri, dan inovatif. Berpendapatan sedang dan berumur 20 tahun keatas.
(ii) Societally conscious; Kelompok yang kecil, berhasil, matang, dan liberal mengenai isu-isu masyarakat. Inner-directed ekuivalen dengan achievers.
4) Kelompok terintegrasi
Mencakup 2% dari populasi, mereka merupakan orang yang memiliki aktualisasi diri. Matang, yaitu orang yang stabil dan dapat mengelola diri dengan cara terbaik dari karakteristik kepribadian inner-directed dan outer-directed. Walaupun kelompok terintegrasi ini memiliki pendapatan tertinggi dari setiap kelompok VALS, namun jumlah mereka yang sedikit membuatnya sulit untuk menetapkan target dengan berhasil.
Post a Comment for "Pengaruh Faktor Psikografi Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen"