Penyerapan dan Permintaan Tenaga Kerja
Penyerapan Tenaga Kerja
Rahardjo (1984), mendefinisikan penyerapan tenaga kerja sebagai jumlah tenaga kerja yang terserap pada suatu sektor dalam waktu tertentu. Menurut Kuncoro (2002), Penyerapan tenaga kerja adalah banyaknya lapangan kerja yang sudah terisi yang tercermin dari banyaknya jumlah penduduk bekerja. Penduduk yang bekerja terserap dan tersebar di berbagai sektor perekonomian. Terserapnya penduduk bekerja disebabkan oleh adanya permintaan akan tenaga kerja. Oleh karena itu, penyerapan tenaga kerja dapat dikatakan sebagai permintaan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja dalam penelitian ini adalah jumlah atau banyaknya orang yang bekerja atau di pekerjakan oleh pengusaha ikan asin. Dalam penelitian ini, penyerapan tenaga kerja dapat dikatakan sebagai permintaan tenaga kerja.
Ada perbedaan antara permintaan tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja yang diminta oleh perusahaan. Permintaan tenaga kerja adalah keseluruhan hubungan antara berbagai tingkat upah dan jumlah orang yang diminta untuk dipekerjakan. Jumlah tenaga kerja yang diminta lebih ditujukan pada kuantitas atau banyaknya permintaan tenaga kerja pada suatu tingkat upah tertentu (Rejekiningsih, 2004).
Permintaan Tenaga Kerja
Menurut Arfida (2003), permintaan tenaga kerja adalah hubungan antara tingkat upah (yang dilihat dari perspektif seorang majikan adalah harga tenaga kerja) dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki oleh majikan untuk dipekerjakan (dalam hal ini dapat dikatakan dibeli).
Menurut Simanjuntak (1985), pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya (derived demand).
Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan (Arfida, 2003):
1) Tingkat upah
Makin tinggi tingkat upah, makin sedikit tenaga kerja yang diminta. Begitu pula sebaliknya.
2) Teknologi
Kemampuan menghasilkan tergantung teknologi yang dipakai. Makin efektif teknologi, makin besar artinya bagi tenaga kerja dalam mengaktualisasi ketrampilan dan kemampuannya.
3) Produktivitas
Produktivitas tergantung modal yang dipakai. Keleluasaan modal akan menaikkan produktivitas kerja.
4) Kualitas tenaga kerja
Latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang merupakan indeks kualitas tenaga kerja mempengaruhi permintaan tenaga kerja. Begitu pula keadaan gizi mereka.
5) Fasilitas modal
Dalam realisasinya, produk dihasilkan atas sumbangan modal dan tenaga kerja yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hal ini dikarenakan peranan input yang lain dapat merupakan faktor penentu lain.
Menurut Sumarsono (2003), permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh perubahan tingkat upah dan perubahan faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan hasil.
1. Perubahan tingkat upah
Perubahan tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan.
2. Perubahan permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan yang bersangkutan .
Apabila permintaan akan hasil produksi perusahaan meningkat, perusahaan cenderung untuk menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut perusahaan akan menambah penggunaan tenaga kerjanya.
3. Harga barang modal turun
Apabila harga barang modal turun, maka biaya produksi turun dan tentunya mengakibatkan harga jual barang per unit ikut turun. Pada keadaan ini perusahaan akan cenderung meningkatkan produksi karena permintaan hasil produksi bertambah besar. Disamping itu permintaan akan tenaga kerja dapat bertambah besar karena peningkatan kegiatan perusahaan.
Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasarkan pada teori ekonomi neoklasik, di mana dalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa pengusaha tidak dapat mempengaruhi harga pasar (price taker). Dalam hal memaksimalkan laba, pengusaha hanya dapat mengatur berapa jumlah tenaga kerja yang dapat dipekerjakan. Fungsi permintaan tenaga kerja didasarkan pada : (1) tambahan hasil marjinal, yaitu tambahan hasil (output) yang diperoleh dengan penambahan seorang pekerja atau istilah lainnya disebut Marjinal Physical Product dari tenaga kerja (MPPL), (2) penerimaan marjinal, yaitu jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha dengan tambahan hasil marjinal tersebut atau istilah lainnya disebut Marginal Revenue (MR). Penerimaan marjinal di sini merupakan besarnya tambahan hasil marjinal dikalikan dengan harga per unit, sehingga MR = VMPPL = MPPL. P, dan (3) biaya marjinal, yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha dengan mempekerjakan tambahan seorang pekerja, dengan kata lain upah karyawan tersebut. Apabila tambahan penerimaan marjinal lebih besar dari biaya marjinal, maka mempekerjakan orang tersebut akan menambah keuntungan pemberi kerja, sehingga ia akan terus menambah jumlah pekerja selama MR lebih besar dari tingkat upah (Bellante dan Jackson, 1990).
Value Marginal Physical Product of Labor atau VMPP adalah nilai pertambahan hasil marjinal dari tenaga kerja. P adalah harga jual barang per unit, DL adalah permintaan tenaga kerja, W adalah tingkat upah, dan L adalah jumlah tenaga kerja. Peningkatan permintaan terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang dikonsumsinya. Semakin tinggi permintaan masyarakat akan barang tertentu, maka jumlah tenaga kerja yang diminta suatu lapangan usaha akan semakin meningkat dengan asumsi tingkat upah tetap.
Peningkatan jumlah tenaga kerja dalam suatu lapangan usaha tidak dilakukan untuk jangka pendek, walaupun permintaan masyarakat terhadap produk yang dihasilkan tinggi. Dalam jangka pendek, pengusaha lebih mengoptimalkan jumlah tenaga kerja yang ada dengan penambahan jam kerja atau penggunaan mekanisasi, sedangkan dalam jangka panjang kenaikan jumlah permintaan masyarakat akan direspon dengan menambah jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Hal ini berarti terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja baru.
Marginal Revenue Product atau MRP dari suatu input variabel adalah penerimaan tambahan yang diperolah suatu perusahaan dengan mempekerjakan unit input tambahan, cateris paribus. Jika tenaga kerja adalah faktor variabel, misalnya merekrut unit tambahan akan menghasilakan output tambahan (produk marginal dari tenaga kerja). Penjualan output tambahan itu akan menghasilkan penerimaan. Produk penerimaan marginal adalah penerimaan yang diproduksi dengan menjual barang atau jasa yang diproduksi oleh unit marginal tenaga kerja.
Dalam perusahaan bersaing, produk penerimaan marginal adalah nilai produk marginal suatu factor (Case and Fair, 2007).
Dengan menggunakan tenaga kerja sebagai faktor variabel, kita bisa menyatakan dalil ini dengan lebih formal dengan mengatakan jika MPL adalah produk tenaga kerja marginal dan PX adalah harga output, maka produk penerimaan marginal dari tenaga kerja adalah MRPL = MPL X PX (Case and Fair, 2007).
Menurut Simanjuntak (1985), dasar yang digunakan pengusaha untuk menambah atau mengurangi jumlah karyawan adalah: Pertama-tama sang pengusaha perlu memperkirakan tambahan hasil (output) yang diperoleh pengusaha sehubungan dengan penambahan seorang karyawan. Tambahan hasil tersebut dinamakan tambahan hasil marjinal atau marginal physical product dari karyawan, atau disingkat MPPL. Kedua, pengusaha menghitung jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha dengan tambahan hasil marginal tersebut. Jumlah uang ini dinamakan penerimaan marginal atau marginal revenue, yaitu nilai MPPL tadi. Jadi, marginal revenue sama dengan nilai dari MPPL, yaitu besarnya MPPL dikalikan dengan harganya per unit (P).
Rahardjo (1984), mendefinisikan penyerapan tenaga kerja sebagai jumlah tenaga kerja yang terserap pada suatu sektor dalam waktu tertentu. Menurut Kuncoro (2002), Penyerapan tenaga kerja adalah banyaknya lapangan kerja yang sudah terisi yang tercermin dari banyaknya jumlah penduduk bekerja. Penduduk yang bekerja terserap dan tersebar di berbagai sektor perekonomian. Terserapnya penduduk bekerja disebabkan oleh adanya permintaan akan tenaga kerja. Oleh karena itu, penyerapan tenaga kerja dapat dikatakan sebagai permintaan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja dalam penelitian ini adalah jumlah atau banyaknya orang yang bekerja atau di pekerjakan oleh pengusaha ikan asin. Dalam penelitian ini, penyerapan tenaga kerja dapat dikatakan sebagai permintaan tenaga kerja.
Ada perbedaan antara permintaan tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja yang diminta oleh perusahaan. Permintaan tenaga kerja adalah keseluruhan hubungan antara berbagai tingkat upah dan jumlah orang yang diminta untuk dipekerjakan. Jumlah tenaga kerja yang diminta lebih ditujukan pada kuantitas atau banyaknya permintaan tenaga kerja pada suatu tingkat upah tertentu (Rejekiningsih, 2004).
Permintaan Tenaga Kerja
Menurut Arfida (2003), permintaan tenaga kerja adalah hubungan antara tingkat upah (yang dilihat dari perspektif seorang majikan adalah harga tenaga kerja) dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki oleh majikan untuk dipekerjakan (dalam hal ini dapat dikatakan dibeli).
Menurut Simanjuntak (1985), pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya (derived demand).
Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan (Arfida, 2003):
1) Tingkat upah
Makin tinggi tingkat upah, makin sedikit tenaga kerja yang diminta. Begitu pula sebaliknya.
2) Teknologi
Kemampuan menghasilkan tergantung teknologi yang dipakai. Makin efektif teknologi, makin besar artinya bagi tenaga kerja dalam mengaktualisasi ketrampilan dan kemampuannya.
3) Produktivitas
Produktivitas tergantung modal yang dipakai. Keleluasaan modal akan menaikkan produktivitas kerja.
4) Kualitas tenaga kerja
Latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang merupakan indeks kualitas tenaga kerja mempengaruhi permintaan tenaga kerja. Begitu pula keadaan gizi mereka.
5) Fasilitas modal
Dalam realisasinya, produk dihasilkan atas sumbangan modal dan tenaga kerja yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hal ini dikarenakan peranan input yang lain dapat merupakan faktor penentu lain.
Menurut Sumarsono (2003), permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh perubahan tingkat upah dan perubahan faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan hasil.
1. Perubahan tingkat upah
Perubahan tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan.
2. Perubahan permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan yang bersangkutan .
Apabila permintaan akan hasil produksi perusahaan meningkat, perusahaan cenderung untuk menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut perusahaan akan menambah penggunaan tenaga kerjanya.
3. Harga barang modal turun
Apabila harga barang modal turun, maka biaya produksi turun dan tentunya mengakibatkan harga jual barang per unit ikut turun. Pada keadaan ini perusahaan akan cenderung meningkatkan produksi karena permintaan hasil produksi bertambah besar. Disamping itu permintaan akan tenaga kerja dapat bertambah besar karena peningkatan kegiatan perusahaan.
Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasarkan pada teori ekonomi neoklasik, di mana dalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa pengusaha tidak dapat mempengaruhi harga pasar (price taker). Dalam hal memaksimalkan laba, pengusaha hanya dapat mengatur berapa jumlah tenaga kerja yang dapat dipekerjakan. Fungsi permintaan tenaga kerja didasarkan pada : (1) tambahan hasil marjinal, yaitu tambahan hasil (output) yang diperoleh dengan penambahan seorang pekerja atau istilah lainnya disebut Marjinal Physical Product dari tenaga kerja (MPPL), (2) penerimaan marjinal, yaitu jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha dengan tambahan hasil marjinal tersebut atau istilah lainnya disebut Marginal Revenue (MR). Penerimaan marjinal di sini merupakan besarnya tambahan hasil marjinal dikalikan dengan harga per unit, sehingga MR = VMPPL = MPPL. P, dan (3) biaya marjinal, yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha dengan mempekerjakan tambahan seorang pekerja, dengan kata lain upah karyawan tersebut. Apabila tambahan penerimaan marjinal lebih besar dari biaya marjinal, maka mempekerjakan orang tersebut akan menambah keuntungan pemberi kerja, sehingga ia akan terus menambah jumlah pekerja selama MR lebih besar dari tingkat upah (Bellante dan Jackson, 1990).
Value Marginal Physical Product of Labor atau VMPP adalah nilai pertambahan hasil marjinal dari tenaga kerja. P adalah harga jual barang per unit, DL adalah permintaan tenaga kerja, W adalah tingkat upah, dan L adalah jumlah tenaga kerja. Peningkatan permintaan terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang dikonsumsinya. Semakin tinggi permintaan masyarakat akan barang tertentu, maka jumlah tenaga kerja yang diminta suatu lapangan usaha akan semakin meningkat dengan asumsi tingkat upah tetap.
Peningkatan jumlah tenaga kerja dalam suatu lapangan usaha tidak dilakukan untuk jangka pendek, walaupun permintaan masyarakat terhadap produk yang dihasilkan tinggi. Dalam jangka pendek, pengusaha lebih mengoptimalkan jumlah tenaga kerja yang ada dengan penambahan jam kerja atau penggunaan mekanisasi, sedangkan dalam jangka panjang kenaikan jumlah permintaan masyarakat akan direspon dengan menambah jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Hal ini berarti terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja baru.
Marginal Revenue Product atau MRP dari suatu input variabel adalah penerimaan tambahan yang diperolah suatu perusahaan dengan mempekerjakan unit input tambahan, cateris paribus. Jika tenaga kerja adalah faktor variabel, misalnya merekrut unit tambahan akan menghasilakan output tambahan (produk marginal dari tenaga kerja). Penjualan output tambahan itu akan menghasilkan penerimaan. Produk penerimaan marginal adalah penerimaan yang diproduksi dengan menjual barang atau jasa yang diproduksi oleh unit marginal tenaga kerja.
Dalam perusahaan bersaing, produk penerimaan marginal adalah nilai produk marginal suatu factor (Case and Fair, 2007).
Dengan menggunakan tenaga kerja sebagai faktor variabel, kita bisa menyatakan dalil ini dengan lebih formal dengan mengatakan jika MPL adalah produk tenaga kerja marginal dan PX adalah harga output, maka produk penerimaan marginal dari tenaga kerja adalah MRPL = MPL X PX (Case and Fair, 2007).
Menurut Simanjuntak (1985), dasar yang digunakan pengusaha untuk menambah atau mengurangi jumlah karyawan adalah: Pertama-tama sang pengusaha perlu memperkirakan tambahan hasil (output) yang diperoleh pengusaha sehubungan dengan penambahan seorang karyawan. Tambahan hasil tersebut dinamakan tambahan hasil marjinal atau marginal physical product dari karyawan, atau disingkat MPPL. Kedua, pengusaha menghitung jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha dengan tambahan hasil marginal tersebut. Jumlah uang ini dinamakan penerimaan marginal atau marginal revenue, yaitu nilai MPPL tadi. Jadi, marginal revenue sama dengan nilai dari MPPL, yaitu besarnya MPPL dikalikan dengan harganya per unit (P).
Jadi:
Dimana:
MR : Marginal revenue, penerimaan marginal
VMPPL : Value marginal physical product of labor, nilai pertambahan hasil marginal dari karyawan
MPPL : Marginal physical product of labor
P : Harga jual barang yang diproduksikan per unit.+
Akhirnya pengusaha membandingkan MR tersebut dengan biaya mempekerjakan tambahan seorang tadi. Jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha sehubungan dengan mempekerjakan tambahan seorang karyawan adalah upahnya sendiri (W) dan dinamakan biaya marjinal atau marginal cost (MC). Bila tambahan pemerimaan marjinal (MR) lebih besar dari biaya mempekerjakan orang yang menghasilkannya (W), maka mempekerjakan tambahan orang tersebut akan menambah keuntungan pengusaha. Dengan kata lain dalam rangka menambah keuntungan, pengusaha akan terus menambah jumlah karyawan selama MR lebih besar dari W (Simanjuntak, 1985).
Misalnya tenaga kerja terus ditambah sedangkan alat-alat dan faktor produksi lain jumlahnya tetap. Maka perbandingan alat-alat produksi untuk setiap pekerja menjadi lebih kecil dan tambahan hasil marginal menjadi lebih kecil pula. Dengan kata lain, semakin bertambah karyawan yang dipekerjakan, semakin kecil MPPL-nya dan nilai MPPL itu sendiri. Ini yang dinamakan hukum diminishing returns dan dilukiskan dengan garis DD dalam berikut:
Hukum Diminishing Returns, Fungsi Permintaan Terhadap Tenaga Kerja (Simanjuntak, 1985)
Garis DD melukiskan besarnya nilai hasil marginal karyawan (value marginal physical product of labor atau VMPPL) untuk setiap tingkat penempatan. Bila misalnya jumlah karyawan yang dipekerjakan sebanyak 0A=100 Orang, maka nilai hasil kerja orang yang ke-100 dinamakan VMPPL nya dan besarnya sama dengan MPPL x P = W1. Nilai ini lebih besar dari tingkat upah yang sedang berlaku (W). Oleh sebab itu laba pengusaha akan bertambah dengan menambah tenaga kerja baru. Pengusaha dapat terus menambah laba perusahaan dengan memperkerjakan tenaga kerja hingga ON. Di titik N pengusaha mencapai laba maksimum dan nilai MPPL x P sama dengan upah yang dibayarkan pada karyawan. Dengan kata lain pengusaha mencapai laba maksimum bila MPPL x P = W . Penambahan tenaga kerja yang lebih besar dari pada ON, misalnya OB akan mengurangi keuntungan pengusaha. Pengusaha membayar upah pada tingkat yang berlaku (W), padahal hasil nilai marginal yang diperolehnya sebesar W2 yang lebih kecil dari pada W. Jadi pengusaha cenderung untuk menghindari jumlah karyawan yang lebih besar dari pada ON. Penambahan karyawan yang lebih besar dari ON dapat dilaksanakan hanya bila pengusaha yang bersangkutan dapat membayar upah dibawah W atau pengusaha dapat menaikkan harga jual barang (Simanjuntak, 1985).
Aspek lain yang dapat ditarik sebagai kesimpulan dari hubungan tingkat upah, MPPL, harga barang dan jumlah karyawan yang dapat dipekerjakan adalah bahwa sebagai reaksi terhadap peningkatan upah (Simanjuntak, 1985):
- Pengusaha menuntut peningkatan produktivitas kerja karyawannya sedemikian rupa sehingga pertambahan produksi yang dihasilkan karyawan senilai dengan pertambahan upah yang diterimanya; atau bila ini tidak dapat terlaksana,
- Pengusaha terpaksa menaikkan harga jual barang,dan/ atau
- Pengusaha mengurangi jumlah karyawan yang bekerja, atau
- Pengusaha melakukan kombinasi dari dua diantara ke tiga alternatif di atas atau kombinasi dari ketiganya.
Permintaan tenaga kerja dapat dibedakan menjadi permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek dan permintaan tenaga kerja dalam jangka panjang. Perbedaan antara permintaan jangka pendek dan jangka panjang adalah: (1) Penyesuaian dalam penggunaan tenaga kerja yang dapat dilakukan oleh perusahaan apabila perusahaan tidak sanggup mengadakan perubahan terhadap inputnya yang lain, dan (2) Penyesuaian dalam penggunaan tenaga kerja yang dapat dilakukan oleh perusahaan apabila perusahaan itu sanggup mengadakan perubahan terhadap inputnya yang lain (Arfida, 2003).
1. Permintaan Tenaga Kerja dalam Jangka Pendek
Dalam jangka pendek, perusahaan tidak mampu untuk mengubah kuantitas modal yang ia gunakan dan tidak dapat menambah output kecuali dengan menambah penggunaan tenaga kerja (Arfida, 2003).
Kombinasi tenaga kerja dan modal yang dapat digunakan perusahaan untuk menghasilkan “kuantitas yang sama” dari output diperlihatkan oleh garis- garis kurva yang disebut isokuan.
Misalnya, perusahaan dapat mencapai isokuan 2 dengan cara menggunakan lima unit tenaga kerja, atau dengan cara kombinasi lainnya antara tenaga kerja dan modal yang merupakan substitusi dalam proses produksi. Pada umumnya, bila sebuah perusahaan harus secara berturut- turut mengurangi satu unit penggunaan dari satu faktor produksi, maka ia harus menggunakan secara berturut- turut jumlah yang lebih besar dari faktor produksi yang lainnya agar dapat mempertahankan kuantitas output tanpa mengalami perubahan. Fakta ini tercermin pada kurvator isokuan yang dilukiskan berbentuk cembung terhadap titik O (origin) (Arfida, 2003).
Isokuan Produksi (Arfida, 2003)
Setiap kuantitas produk dapat dihasilkan dengan berbagai macam kombinasi tenaga kerja dan modal. Misalnya, isokuan 2 dapat dicapai dengan 5 unit modal dan 2 unit tenaga kerja atau dengan 4 unit modal dan 3 unit tenaga kerja. Perusahaan dapat meningkatkan outputnya dari isokuan 2, katakanlah menjadi isokuan 3 dengan cara meningkatkan jumlah modal yang digunakan atau dengan cara meningkatkan kedua jenis input. Apabila diberikan kebebasan penuh untuk memilih, maka pengusaha akan menghasilkan setiap jenis output dengan kombinasi modal dan tenaga kerja yang paling sedikit biayanya. Akan tetapi, karena asumsi kita bahwa perusahaan itu berada dalam jangka pendek, maka ia tidak mampu untuk mengubah kuantitas modal yang ia gunakan. Perusahaan dalam jangka pendek tidak dapat menambah output kecuali dengan menambah penggunaan tenaga kerja (Arfida, 2003).
2. Permintaan Tenaga Kerja dalam Jangka Panjang
Jangka panjang dalam teori perusahaan adalah konsep perusahaan dalam melakukan penyesuaian penuh terhadap keadaan ekonomi yang berubah. Dimisalkan perusahaan akan mencapai isokuan, maka output sebesar itu dapat dihasilkan dengan satu unit tenaga kerja yang dikombinasikan dengan empat unit modal. Perusahaan juga dapat mengkombinasikan dua unit tenaga kerja dengan tiga unit modal. Apabila pemilik perusahaan itu bebas (sebagaimana keadaan yang sesungguhnya) dalam jangka panjang untuk memilih setiap bentuk kombinasi modal dan tenaga kerja, maka kombinasi yang akan dipilih supaya dapat memaksimalkan keuntungan adalah dengan kombinasi modal dan tenaga kerja yang mana saja asal mengandung biaya paling rendah (Arfida, 2003).
Kombinasi Tenaga Kerja dan Modal yang Memberikan Biaya Paling Rendah (Arfida, 2003)
Kombinasi tenaga kerja dan modal yang memberikan biaya paling rendah. Perusahaan dapat mencapai isokuan dengan berbagai macam kombinasi tenaga kerja dan modal, termasuk yang diperlihatkan pada titik C, D dan E. Walaupun demikian, perusahaan sebaiknya memilih kombinasi C, karena $60 merupakan kombinasi paling murah.
Jika tingkat upah harus dinaikkan, maka setiap kemungkinan tingkat output haruslah dihasilkan dengan tenaga kerja yang lebih sedikit dan modal yang lebih banyak. Produsen akan menggantikan modal bagi tenaga kerja dalam jangka panjang agar dapat menghasilkan setiap tingkat output dengan biaya yang terendah.
Pengetahuan tentang kecenderungan perusahaan dalam jangka panjang membantu untuk mengarahkan pengunaan suatu input yang relatif lebih murah. Hal ini memungkinkan bagi kita untuk membandingkan reaksi perusahaan dalam jangka panjang. Sebagaimana dinyatakan terdahulu, kurva perusahaan VMPP adalah kurva permintaan dalam jangka pendek akan tenaga kerja. Dalam gambar 2.4, perusahaan diasumsikan pada mulanya berada dalam keseimbangan jangka pendek dengan tingkat upah pasar W1, dan tingkat penggunaaan tenaga kerja yang sesuai, N1, yang ditunjukan oleh kurva permintaan perusahan dalam jangka pendek, VMPP1. Kita juga harus mengasumikan bahwa perusahaan berada dalam keseimbangan jangka panjang yang di dalamnya menghasilkan output dengan kombinasi tenaga kerja dan modal yang paling rendah biayanya, misalkan tingkat upah meningkat sampai W2. Dalam jangka pendek, perusahaan akan menemukan bahwa biaya produksinya telah mengalami kenaikkan sehingga mengurangi penggunaan tenaga kerja sampai Ni, sepanjang skedul VMPP-nya. Dalam jangka panjang, perusahaan akan melakukan penyesuaian (modal akan menggantikan tenaga kerja). Jumlah tenaga kerja yang digunakan selanjutnya dalam jangka panjang akan berkurang sampai titik No (Arfida, 2003).
3. Permintaan Jangka Pendek dan Jangka Panjang (Arfida, 2003)
Ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, karena fleksibilitas yang ditambahkan yang dimiliki perusahaan itu dalam jangka panjang, maka permintaan tenaga kerja perusahaan dalam jangka panjang (Dk) akan bersifat lebih responsif terhadap perubahan suatu tingkat upah (dalam hal ini memperlihatkan perubahan yang lebih besar dalam jumlah permintaaan tenaga kerja) dibandingkan dengan permintaan dalam jangka pendek (VMPP) seperti tertera dalam skedul.
Kedua, suatu perusahaan yang berada pada keseimbangan jangka panjang haruslah juga berada pada keseimbangan dalam jangka pendek. Karena kurva permintaan jangka panjang menunjukkan jumlah tenaga kerja yang digunakan sehingga menempatkan perusahaan itu pada keseimbangan jangka panjang, maka setiap titik pada kurva permintaan jangka panjang harus mempunyai kurva permintaan jangka pendek (skedul VMPP) yang melewatinya. Hanya satu kurva permintaan jangka pendek, VMPP1 yang diperlihatkan pada gambar Permintaan Jangka Pendek dan Jangka Panjang.
Kurva itu adalah skedul VMPP yang dihubungkan dengan jumlah modal yang dimiliki oleh perusahaan dalam keseimbangannnya berjangka panjang semula. Begitu perusahaan melakukan perubahan terhadap jumlah modal yang digunakannya, maka skedul VMPP mengalami pergeseran pula.
Dalam jangka panjang, perubahan permintaan akan tenaga kerja dalam bentuk loncatan (shift) dapat terjadi karena pertambahan hasil produksi secara besar- besaran, peningkatan produktivitas kerja karyawan dan penggunaan teknologi baru (Simanjuntak, 1985).
Pertama, sehubungan dengan usaha- usaha pembangunan ekonomi nasional, biasanya beberapa sektor bertumbuh dengan lambat. Akibatnya penghasilan orang yang bekerja di sektor golongan pertama juga meningkat dengan cepat dibandingkan dengan pertambahan penghasilan mereka yang bekerja di sektor yang pertumbuhannya lambat. Ketimpangan penghasilan seperti itu biasanya merubah pola konsumsi. Golongan yang penghasilannya bertambah dengan cepat biasanya mempunyai tambahan permintaan yang besar akan barang- barang mewah seperti mobil, TV, video, alat- alat musik, pendidikan, rekreasi, dan lain- lain. Tambahan permintaan akan barang- barang tersebut menimbulkan shift dalam permintaan akan tenaga kerja di perusahaan- perusahaan dimana barang tersebut di produksikan.
Kedua, shift terhadap permintaan tenaga kerja dapat terjadi karena peningkatan produktivitas kerja. Kenyataan menunjukkan bahwa salah satu yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan produktivitas kerja para karyawan. Akan tetapi seperti halnya dengan perbedaan pertumbuhan di beberapa sektor, maka peningkatan produktivitas kerja di sektor- sektor tersebut juga berbeda. Ada sektor- sektor dimana terjadi peningkatan produktivitas kerja yang tinggi sedang di beberapa sektor lain produktivitas kerja bertambah dengan kecil atau tidak bertambah sama sekali.
Hal ketiga yang mengakibatkan shift dalam permintaan akan tenaga kerja adalah perubahan dalam metoda produksi. Pada tingkat akhir, permintaaan akan tenaga kerja dalam jangka panjang dipengaruhi oleh perubahan- perubahan dalam metode produksi. Adanya kemajuan yang pesat dalam penggunaan komputer dan mini computer menimbulkan permintaan yang pesat akan tenaga- tenaga di bidang tersebut. Akan tetapi tenaga- tenaga untuk pembukuan, dokumentasi dan lain- lain, menjadi relatif berkurang. Jadi perubahan metoda produksi di satu pihak menambah akan permintaan tenaga kerja dalam keahlian tertentu, akan tetapi di lain pihak mengurangi permintaan akan keahlian yang lain.
Sumber:
Diah, (2012). Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil (Studi Kasus Di Sentra Industri Kecil Ikan Asin Di Kota Tegal). Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2012
Post a Comment for "Penyerapan dan Permintaan Tenaga Kerja"