Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan merupakan bagian dari pajak yang ada. Pajak penghasilan mempunyai ketentuannya dan pengertiannya sendiri seperti yang diatur didalam Undang-undang Pajak Penghasilan.


A. Pengertian Pajak Penghasilan
Pengertian penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan menegaskan pemajakan penghasilan global terhadap wajib pajak dalam negeri (world wide income system). Karena kewajiban pajak dalam negeri didasarkan atas kemampuan membayar (ability to pay) dari penghasilan yang berasal dari seluruh dunia, kewajiban demikian dianggap sebagai kewajiban pajak penuh atau komprehensi (comprehensive fiscal ability).

Dengan menganut world wide income system, Indonesia dapat menerapkan ketentuan perpajakannya terhadap wajib pajak dalam negeri dengan menjangkau objek yang berada di luar wilayah negara Indonesia atas penghasilan dari usaha atau investasi di mancanegara.


Pengertian Pajak Penghasilan dari beberapa sumber, antara lain :

  1. Penghasilan adalah tambahan kemampuan untuk menguasai barang dan jasa yang mengalir diterima atau diperoleh seseorang selama jangka waktu, misalnya selama satu tahun takqin dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember setiap tahun (Mansury).
  2. Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan tahun 2000 adalah pajak yang dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
  3. Pajak penghasilan yang bersifat final (PPh Final), yaitu : bahwa setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan objek pajak yang tidak bersifat final. Pajak jenis ini dapat dikenakan terhdapa jenis penghasilan, transaksi, atau usaha tertentu (scheduler taxation).


B. Subyek Pajak Penghasilan
Sesuai pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) dikatakan bahwa yang menjadi Subjek pajak adalah :

a. 1) Orang Pribadi
2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak

b. Badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, dan bentuk usaha lainnya;

c. Bentuk usaha tetap.
Subjek pajak disini diartikan sebagai orang atau pihak yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak. Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam Tahunan Pajak.



C. Objek Pajak Penghasilan
Objek Pajak dapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung pajak terutang. Yang menjadi objek pajak PPh adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Penghasilan dapat dikelompokkan menjadi beberapa jika dilihat dari aliran tambahan kemampuan ekonomis yang masuk kepada Subjek Pajak yaitu :

  1. Penghasilan dari pekerjaan yang dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, akuntan, pengacara, dan lain sebagainya;
  2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan
  3. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak bergerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan lain sebagainya;
  4. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya.
Dari definisi penghasilan yang menjadi objek pajak tersebut dapat disumpulkan bahwa penghasilan itu sangat luas dan tidak melihat dari mana penghasilan yang di dapat atau diterima olek Subjek Pajak, sepanjang hal tersebut menambah kemampuan ekonomis dari Subjek Pajak yang tercakup dalam pengertian penghasilan diatas.

Tetapi ada juga penghasilan yang tidak termasuk didalam objek pajak yang mana sudah diatur didalam Pasal 4 ayat (3) Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan untuk penghasilan yang tidak masuk kedalam objek pajak.
Sedangkan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak antara lain:

1. a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak;
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

2. Warisan

3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.

4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah;

5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.

6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan syarat:
a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;dan
b. Bagi Perseroan Terbatas, BUMN, dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan seham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% ( dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.

7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun (perhatikan angka 7) dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

9. Bagian Laba yang diterima atau diperoleh perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi;

10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a. Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
Perusahaan modal ventura merupakan suatu perusahaan yang kegiatan usahanya membiayai badan usaha ( sebagai pasangan usaha ) dalam bentuk penyertaan modal untuk suatu jangka waktu tertentu.

11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instasi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.


C. Tarif Pajak Penghasilan
Ada dua kelompok tarif pajak penghasilan, tarif umum dan tarif khusus. Ketentuan yang mengatur tarif umum adalah pasal 17 dari Undang-Undang Perpajakan. Dimana terdapat perbedaan penggunaan tarif dalam menghitung pajak penghasilan terutang antara wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan.

Tarif umum pasal 17 Undang-undang PPh mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a). Semua penghasilan yang terkena tarif umum dijumlahkan menjadi satu dan atas jumlah tersebut diterapkan tarif umum.
b). Sebelum diterapkan tarif umum maka atas penghasilan bruto dikurangi biaya-biaya atau pengeluaran atau pengurangan penghasilan bruto yang diperbolehkan menurut UU PPh.
c). Khusus Wajib Pajak Orang Pribadi, penghasilan netto masih dapat dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
d). Dasar Pengenaan Pajak (Tax Base) bertingkat.


1. Tarif Umum
a. Pajak Penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri sebagai berikut :
Tabel Tarif Lapisan Penghasilan Kena Pajak Orang Pribadi
LAPISAN PENGHASILAN KENA PAJAK TARIF PAJAK
Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5%
Diatas Rp. 50.000.000,- s/d Rp. 250.000.000,- 15%
Diatas Rp. 250.000.000,- s/d Rp 500.000.000,- 25%
Diatas Rp. 500.000.000,- 30%

Sumber: Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan

b. Sedangkan tarif umum pajak penghasilan wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% ketentuan tersebut terletak di Undang-Undang Perpajakan pasal 17 ayat (1b) Nomor 36 Tahun 2008 dan kemudian pada pasal 17 ayat (2b) ditulis “tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010”.


2. Tarif Khusus Pajak Penghasilan atau tarif yang dikenakan PPh final
Tarif khusus PPh ( PPh final) mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a). Penghasilan yang telah dikenakan PPh final tidak diperhitungkan lagi dalam penghitungan PPh pada SPT Tahunan.
b). PPh yang telah dibayar atau dipotong pihak lain sehubungan dengan penghasilan tersebut tidak dapat dikreditkan atau tidak boleh diperhitungkan sebagai pengurangan pajak yang terhutang PPh wajib pajak di akhir tahun pajak.
c). Biaya-biaya yang digunakan untuk menghasilkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang pengenaan PPh nya bersifat final tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.



Sumber:
Triawan D., (2012). Penggalian Potensi PPH Atas Dividen Sebagai Upaya Peningkatan Penerimaan Pajak Di KPP Madya Semarang. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2012.

Post a Comment for "Pengertian Pajak Penghasilan"