Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tinjauan Teori Tentang Penilaian Kinerja

A. Penilaian Kinerja
Sebagaimana diketahui bahwa dalam suatu perusahaan terdapat tiga hierarki manajemen, yaitu manajemen puncak, manajemen menengah, dan manajemen lini pertama. Masing-masing manajemen memiliki bawahan sesuai sesuai dengan ruang lingkup yang diperlukan. Manajemen menengah yang menjadi lininya adalah manajemen puncak (Top Management), manajemen lini pertama (Lower Management) yang menjadi manajemen lininya adalah manajemen menengah (Middle management) dan para tenaga kerja operasional (tenaga kerja biasa) yang menjadi manajemen lininya adalah manajemen lini pertama.
Tinjauan Teori Tentang Penilaian Kinerja

Makin tinggi tingkatan manajemen akan semakin besar pula wewenang yang dimilikinya, sementara tanggung jawab terhadap terhadap tugas dan pekerjaan dalam penyelesaian dan operasionalnya akan semakin kecil. Sebaliknya, makin rendah tingkatan manajemen, semakin kecil wewenang yang dimilikinya, sementara tanggung jawab terhadap tugas dan pekerjaan dalam penyelesaian dan operasionalnya semakin besar. Wewenang dan tanggung jawab terhadap pekerjaan tidak terbatas pada pemberian perintah dan pelaksanaan tugas dan pekerjaan yang telah diberikan kepadanya. Lebih dari itu adalah keawajiban dalam memberikan penilaian kinerja kepada para tenaga kerja yang menjadi tanggung jawabnya langsung.

Sesuai dengan hierarki perusahaan, jelas bahwa yang memiliki tanggung jawab langsung dalam melakukan penilaian kinerja adalah manajemen lini (atasan langsung tenaga kerja yang bersangkutan). Meskipun adakalanya sering ditunjuk tenaga khusus untuk melakukan penilaian kinerja. Penilaian kinerja dalam penilaian kinerja dalam perusahaan oleh penilai meliputi:

1. Para tenaga kerja operasional (tenaga kerja biasa) yang biasa melakukan penilaian kinerja mereka adalah manajemen tingkat bawah. Termasuk tingkatan ini, antara lain kepala mandor, mandor, para penyelia, kepala kelompok kerja, dan sebagainya. Hasil penilaian yang telah dilakukannya tertuang dalam daftar yang biasa disebut daftar penilaian kinerja yang disampaikan kepada manajemen tenaga kerja melalui manajemen lininya masing-masing.

2. Tenaga kerja pada manajemen tingkat bawah yang biasanya melakukan penilaian pekerjaan mereka adalah manajemen tengah, termasuk pada tingkatan ini, antara lain kepala bagian, manajemen bidang khusus (produksi, pemasaran, finansial, dan lian-lain), kepala divisi, kepala seksi, dan yang sejenisnya. Hasil penilaian kinerja yang telah mereka lakukan disampaikan kepada manajemen tenaga kerja melalui manajemen lininya.

3. Tenaga kerja pada tingkatan manajemen tengah yang biasa melakukan penilaian kinerja yang telah mereka lakukan adalah manajemen puncak. Termasuk pada tingkatan ini, antara lain dewan direksi (board of direction), presiden perusahaan, dan sejenisnya. Hasil penilaian kinerja yang telah mereka lakukan disampaikan kepada manajemen tenaga kerja.


Menurut fungsinya dalam bidang ketenagakerjaan perusahaan bahwa manajemen tenaga kerja merupakan titik pusat tentang segala permasalahan yang berhubungan dengan masalah ketenagakerjaan. Salah satu yangtermasuk didalamnya adalah hasil penilaian kinerja yang tersebut banyak memberikan informasi kepada perusahaan, khususnya manajemen tenaga kerja sehingga tantangan bagi manajemen tenaga kerja adalah bagaimana memberikan kajian dan analisis terhadap informasi yang diperlukan guna pembinaan dan pengembangan tenaga kerja dalam konteks pengembangan kualitas perusahaan.

Seringkali dalam prakteknya pihak manajemen yang memiliki wewenang dalam melakukan penilaian kinerja mendelegasikan wewenangnya kepada pihak khusus lainnya yang diperuntukkan dalam hal ini.

Hal-hal yang yang perlu dijadikan catatan dalam melakukan penilaian kinerja terhadap para tenaga kerja oleh pihak yang berwenang dalam melakukan penilaian kinerja antara lain:

1. Pihak yang berwenang memberikan penilaian baru dapat memberikan penilaian kinerja terhadap tenaga kerja apabila ia telah membawahi tenaga kerja sekurang-kurangnya enam bulan, hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pihak penilai untuk mengenal dengan baik tenaga kerja yang dinilai sehingga obyektif dalam memberikan penilaian.

2. Apabila daftar penilaian kinerja diperlukan untuk mutasi tenaga kerja, sedangkan pihak penilai belum membawahi tenaga kerja yang dinilai, maka pihak penilai dapat melakukan penilaian kinerja dengan menggunakan bahan-bahan, data, dan keterangan yang ditinggalkan oleh pihak penilai sebelumnya. Salah satu yang dapat dijadikan bahan masukan adalah daftar penilaian pekerjaan tenaga kerja tersebut tahun lalu.

3. Biasanya penilaian kinerja dilakukan setiap tahun sesuai dengan tahun buku perusahaan. Jangka waktu penilaian dimulai sejak bulan pertama sampai dengan bulan kedua belas dalam tahun fiskal.

4. Bagi tenaga kerja baru, daftar penilaian kinerja hanya dibuat dalam tahun yang bersangkutan apabila mereka sampai dengan bulan yang kedua belas telah menjadi tenaga kerja dalam perusahaan selama enam bulan. Apabila tenaga kerja baru dalam tahun yang bersangkutan belum enam bulan menjadi tenaga kerja, penilaian kinerja terhadapnya dilakukan dalam tahun berikutnya.

5. Setiap pihak penilai berkewajiban mengisi dan memelihara buku catatan penilaian kinerja tersebut, dicatat tentang perilaku / perbiatan tindakan tenaga kerja yang bersangkutan yang menonjol, baik yang positif maupun yang negatif.

6. Buku catatan penilaian kinerja disimpan dan dipelihara dengan sebaik-baiknya oleh pihak penilai untuk kepentingan penilaian berikutnya dan juga sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan.

7. Hasil penilaian kinerja yang telah dilakukan oleh pihak penilai dituangkan dalam daftar penilaian kinerja.


B. Teknik Penilaian Kinerja
Penggunaan nilai atau Score pada teknik penilaian kinerja terlebih khusus dalam teknik analisis Balanced Scorecard bisa menggunakan skala seratus (hundred score standard). Nilai kinerja dinyatakan dengan sebutan dan angka sebagai berikut:

1. 81 - 100 = Baik Sekali
2. 71 – 80 = Baik
3. 61 – 70 = Cukup / Sedang
4. 51 – 60 = Kurang
5. <= 50 = Kurang Sekali

Setiap unsur yang diadakan penilaian, hendaknya ditetapkan terlebih dahulu nilainya dalam angka, kemudian selanjutnya ditetapkan nilai dalam sebutan

Contoh
1. Kesetiaan : 95 = Baik Sekali
2. Hasil Kerja : 80 = Baik
3. Tanggung jawab : 88 = Baik Sekali
4. dan sebagainya


C. Pengukuran Kinerja Dengan Balanced Scorecard
Balanced Scorecard sebagai model baru untuk pengukuran kinerja dipublikasikan pertama kali oleh robert S. Kaplan dan David P. Norton di Harvard Business Preview pada tahun 1992 dalam sebuah artikel yang berjudul ”Balanced scorecard: Measures That Drive Preformance”. Balanced Scorecard sebagai suatu alternatif dalam mengukur kinerja, selain mempertimbangkan faktor finansial juga faktor non finansial. Dengan empat perspektif, yaitu customer, internal, learning and growth dan financial diharapkan dapat memberikan penilaian yang komprehensif kepada manajemen. Sistem ini diciptakan untuk menetapkan goals dan sekaligus melakukan pengukuran atas pencapaiannya, sehingga secara tidak langsung dalam applikasinya, sistem ini dapat dipakai sebagai alat penetapan strategi bagi perusahaan. Kemampuan perusahaan dalam mengelola intangible assets-nya menjadi lebih menentukan keberhasilan perusahaan dibanding dengan pengelolaan tangible assets-nya.

Intangible assets tersebut mencakup; pengembangan hubungan dengan customers, pengenalan produk baru, kemampuan menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas dengan biaya yang minimal kemampuan meningkatkan ketrampilan dan memberikan motivasi karyawan dan berkemampuan mengembangkan teknologi informasi. Dalam lingkungan yang semakin kompetitif manajemen perusahaan harus didukung untuk meningkatkan kinerjanya dengan cara menyempurnakan sistem pengukuran kinerja tradisional karena dalam sistem pengukuran tradisional yang menekankan pada ukuran keuangan sebagai tolok ukur kinerja memiliki keterbatasan.
Keterbatasan ini sebagai akibat dari sistem akuntansi yang melayani berbagai tujuan untuk pihak eksternal dan pihak internal secara sekaligus. Juga sistem akuntansi yang memiliki banyak alternatif tekhnis akuntansi yang mungkin tidak sesuai untuk tujuan tertentu serta ketidakpuasan terhadap ukuran keuangan dalam mengukur efisiensi manajemen. Informasi yang diperoleh dari ukuran yang bersifat keuangan tersebut selain keterbatasan tersebut tidak jarang cenderung menyesatkan. Disebabkan antara lain informasi yang dilaporkan hanya informasi yang quantified dan yang dapat diukur dengan uang, informasi yang dihasilkan lebih bersifat prakiraan dan informasi yang dilaporkan merupakan hal yang sudah terjadi. Pengukuran kinerja keuangan komprehensif seperti total biaya ataupun pendapatan akuntansi suatu divisi, tidaklah selalu dapat memenuhi tujuan pengambilan keputusan tertentu.

Beberapa perusahaan, saat ini telah menggunakan sistem pengukuran kinerja yang didasarkan pada finansial dan non finansial. Kecendrungan untuk mengkombinasikan kedua ukuran inilah yang mendorong lahirnya suatu sistem pengukuran kinerja baru yang telah dikembangkan, yaitu Balanced Scorecard yang didefinisikan sebagai ; seperangkat ukuran yang memberikan pandangan yang menyeluruh mengenai bisnis kepada para manajer secara cepat dalam lingkungan yang kompleks untuk sukses dalam persaingan.
Metode ini dapat menterjemahkan misi dan strategi kedalam set penaksiran kinerja secara menyeluruh yang akan dapat menghasilkan kerangka kerja untuk strategi penaksiran dan sistem manajemen. Balanced Scorecard system (sistem pengukuran kinerja berimbang) merupakan sistem pengukuran yang efektif yang menjadi bagian integral proses manajemen yang dapat memotivasi peningkatan dibidang-bidang penting seperti produk, proses produksi, kepuasan konsumen, serta pengembangan pasar.

Konsep Balanced Scorecard yang dikemukakan oleh norton dan Kaplan, (1996) merupakan bentuk sistem ukuran kinerja strategik. Sebagai suatu sistem ukuran kinerja organisasi Balanced Scorecad ini mencakup 4 (empat) perspektif yang menyajikan keseimbangan antara tujuan yang ingin dicapai organisasi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Keempat perspektif tersebut meliputi:

1. Perspektif Keuangan (Financial Perspective)
Pengukuran kinerja keuangan akan menunjukan apakah perencanaan dan pelaksaan strategi memberikan perbaikan yang mendasar bagi keuntungan perusahaan. Perbaikan-perbaikan ini tercermin dalam sasaran-sasaran yang secara khusus berhubungan dengan keuntungan yang terukur, pertumbuhan usaha, dan nilai pemegang saham. Sasaran financial ini, antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya akan berbeda tergantung pada masing-masing stage of a business”s life cycle. Atau siklus hidup perusahaanya

Stage tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 3 tahap dalam siklus hidup perusahaan yaitu :
a. Growth
Perusahaan yang terletak pada growth stage, sasaran financial secara keseluruhan adalah peningkatan pertumbuhan pendapatan dan pertumbuhan penjualan pada segmen pasar, customers dan area yang ditargetkan.

b. Sustain
Perusahaan yang terletak pada sustain stage, yang menjadi sasaran finansial adalah profitability. Operating income, gross margin, return on investment , return on capital employee adalah ukuran-ukuran yang sering dipakai perusahaan - perusahaan pada stage ini

c. Harvest
Sedangkan perusahaan-perusahaan pada harvest stage, sasaran finansial-nya adalah cash flow dan pengurangan modal kerja yang diperlukan.

2. Perspektif Pelanggan (Costumer Perspective)
Filosofi manajemen menunjukkan pentingnya pengakuan atas costumer focus dan costumer satisfaction. Perspektif ini merupakan leading indicator. Jadi jika pelanggan tidak puas, mereka akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kinerja yang buruk dari perspektif ini akan menurunkan jumlah pelanggan di masa depan meskipun kinerja keuangan terlihat baik. Saat ini banyak perusahaan yang mempunyai kebijakan corporate-nya dengan memfokuskan kepada pelanggan. “ Untuk menjadi nomor satu, perusahaan harus memberikan nilai lebih bagi pelanggan” adalah salah satu misi manajemen dan telah menjadi prioritas utama perusahaan.

Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok pengukuran, yaitu costumer core measurement dan costumer value prepositions.

1. Costumer Core Measurement
Costumer core measurement memiliki beberapa komponen pengukuran atau key - factors yaitu: Market share, costumer retention, costumer acquisition, costumer satisfaction, dan costumer profitability.

Pengukuran key - factors tersebut merupakan bagian dari rantai hubungan seperti yang ditunjukan pada Gambar Perspektif Pelanggan, berikut:

Gambar Perspektif Pelanggan



a. Market Share
Ukuran market share adalah kelompok pelanggan yang menjadi target atau segmen pasar yang terspesifikasi. Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yangada, yang meliputi antara lain jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.

b. Customer Retention
Cara yang dapat ditempuh meningkatkan market share dimulai dengan mempertahankan pelanggan yang ada, disamping itu perusahaan wajib melakukan pengukuran terhadap kesetiaan pelanggan (customer loyalty).

c. Customer Acquisition
Customer acquisition dapat diukur dengan berapa jumlah customer baru atau total sales dibanding dengan customers baru pada masing-masing segmen.

d. Customer Satisfaction
Customer satisfaction merupakan ukuran menilai seberapa jauh perusahaan telah memberikan pelayanan yang baik kepada customers-nya. Beberapa riset akhir-akhir ini memperlihatkan dengan score yang cukup pada customer satisfaction tidak cukup menjamin pencapaian yang tinggi terhadap loyalitas, retention dan profitabilitas, dan hanya dengan tingkat kepuasan yang tinggi akan mempengaruhi perilaku customers untuk melakukan pembelian kembali. Oleh karena itu survei perlu dilakukan untuk mengetahui berapa besar tingkat kepuasan customers terhadap pelayanan yang telah diberikan.

e. Customer Profitability
Perusahaan perlu meningkatkan kepuasan customer-nya, sehingga customers tidak mempunyai pikiran untuk menyeberang ke perusahaan lain. Hal tersebut akan menciptakan profitable customers.

2. Costumer Value Proposition
Costumer Value Proposition merupakan pemicu kinerja yang terdapat pada core value proposition yang didasarkan pada atribut Product/service attributes, costumer relations dan image and relationship

a. Product/service attributes
Meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga dan kualitas.. pelanggan memiliki preferensi yang berbeda-beda atas produk yang ditawarkan ada yang mengutamakan fungsi dari produk, kualitas, atau harga yang murah. Perusahaan harus mengidentifikasi apa yang diinginkan pelanggan atas produk yang ditawarkan. Selanjutnya, pengukuran kinerja ditetapkan.

b. Costumer relationship
Menyangkut perasaan pelanggan terhadap proses pembelian produk yang ditawarkan perusahaan. Perusahaan konsumen ini sangat dipengaruhi oleh responsivitas dan komitmen perusahaan terhadap pelanggan berkaitan dengan masalah waktu penyampaian. Waktu merupakan komponen yang penting dalam persaingan perusahaan. Konsumen biasanya menganggap penyelesaian order yang cepat dan tepat waktu sebagai faktor yang penting bagi kepuasan mereka.

c. Image and reputation
Menggambarkan faktor-faktor intangible yang menarik seorang konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan. Membangun image dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan


3. Perspektif Proses Bisnis Internal (Internal Business Process Perspective)
Analisis proses bisnis internal perusahaan dilakukan dengan menggunakan analisis Value-chain. Disini, manajemen mengidentifikasi proses internal bisnis yang kritis yang harus diunggulkan perusahaan. Scorecard dalam perspektif ini memungkinkan manajer untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk dan jasa mereka sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Perspektif ini harus didisain dengan hati-hati oleh mereka yang paling mengetahui misi perusahaan yang mungkin tidak dilakukan oleh konsultan luar.

Kaplan dan norton (1996) membagi proses bisnis internal dalam tiga hal, yaitu:inovasi, operasi, dan layanan purnajual. Selanjutnya, pengukuran kinerja dalam perspektif ini berpedoman pada proses-proses tersebut sebagai berikut:

a. Proses inovasi
Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan laten dari pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan. Proses inovasi dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian Research and Development (R & D) sehingga setiap keputusan pengeluaran suatu produk ke pasar telah memenuhi sayarat-syarat pemasaran dan dapat dikomersialkan (didasarkan pada kebutuhan pasar). Aktivitas R & D ini merupakan aktivitas penting dalam menentukan kesuksesan perusahaan terutama untuk jangka panjang.

b. Proses operasi
Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk/jasa. Aktivitas di dalam proses operasi terbagi dalam dua bagian, yaitu: proses pembuatan produk dan proses penyampaian produk kepada pelanggan. Pengkuran kinerja yang terkait dalam proses operasi dikelompokkan pada waktu, kualitas, dan biaya.

c. Proses pelayanan purnajual
Proses ini merupakan jasa pelayanan pada pelanggan setelah penjualan produk/jasa tersebut dilakukan. Aktivitas yang terjadi pada tahapan ini misalnya, penanganan dan perbaikan atas barang yang rusak dan barang yang dikembalikan serta proses pemprosesan pembayaran pelanggan. Perusahaan dapat mengukur apakah upayanya dalam pelayanan purnajual ini telah memenuhi harapan pelanggan dengan menggunakan tolok ukur yang bersifat kualitas, biaya, dan waktu seperti yang dilakukan dalam proses operasi. Untuk siklus waktu, perusahaan dapat menggunakan pengukuran waktu dari saat keluhan pelanggan diterima sehingga keluhan tersebut diselesaikan.
Penetapan sasaran dan ukuran dilakukan pada tiga tahapan Proses bisnis perusahaan yaitu Gambar Perspektif Proses Bisnis Internal, berikut:
Gambar Perspektif Proses Bisnis Internal


4. Perspekif Pembelajaran dan Pertumbuhan (Growth and Learning Perspective)
Proses pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari faktor sumber daya manusia, sistem, dan prosedur organisasi. Perspektif ini adalah pelatihan karyawan dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan organisasi dimana dalam organisasi, manusia adalah sumber daya utama.

Menurut Kaplan dan Norton (1996) ”learning” adalah lebih dari sekedar ”training” karena pembelajaran meliputi pula proses ”mentoring dan tutoring” seperti kemudahan dalam komunikasi di segenap pegawai yang memungkinkan mereka untuk siap membantu jika dibutuhkan. Kemampuan untuk melakukan inovasi, perbaikan dan learning akan Mempengaruhi value bagi perusahaan. Melalui penciptaan produk baru, akan memberikan nilai lebih bagi customers dan melakukan efisiensi secara berkesinambungan, perusahaan dapat melakukan penetrasi ke dalam pasar yang lebih luas sehingga dapat meningkatkan revenues dan margin, growth dan selanjutnya akan meningkatkan value bagi pemegang saham. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam perspektif ini, yaitu;

a. Employee Capabilities.
Saat ini telah banyak perusahaan-perusahaan dalam pekejaan-pekerjaan rutin dan pemrosesan transaksi telah dilakukan secara otomatis (compute-controlled), sehingga untuk menilai kontribusi karyawan menjadi relatif lebih sulit, namun hal-hal yang berkaitan dengan perbaikan atas proses dan peningkatan customers satisfaction timbul dari front time employee. Ukuran-ukuran yang mungkin dapat dipakai untuk mengukur karyawanbisa dilihat pada gambar Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan, berikut:

Gambar Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

1. Employee satisfaction merupakan moral pegawai dam tingkat kepuasannya secara keseluruhan.
Elemen dari employee satisfaction ini meliputi antara lain ;

  • Terlibat dalam keputusan
  • Pengakuan terhadap pekerjaan yang baik
  • Akses untuk informasi yang cukup terhadap tugas yang baik
  • Dorongan yang aktif untuk menciptakan inisiatif
  • Puas terhadap perusahaan secara keseluruhan.

2. Employee retention merupakan persentase dari key staff turn over yang mengukur pegawai yang memberi nilai kepada perusahaan yaitu pegawai yang loyal, mempunyai pengetahuan dan sensitif terhadap keinginan pelanggan, mempunyai minat jangka panjang terhadap perusahaan akan ditahan dalam perusahaan agar dilakukan investigasi untuk menghindari kehilangan intelectual capital dari bisnis.

3. Employee productivity merupakan pengaruh yang agregat terhadap pencapaian skill pegawai dan moral, inovasi, penyempurnaan proses internal dan memuaskan pelanggan


b. Information System Capabilities
Motivasi dan skills karyawan sangat diperlukan untuk mencapai sasaran customers satisfaction dan internal-business-process, disamping itu informasi yang akurat dan tepat waktu mengenai customers, internal processes dan financial mutlak diperlukan.

c. Motivation
Skill karyawan dan informasi yang diperlukan telah tersedia, namun jika tidak disertai dengan motivasi untuk melakukan tindakan, maka skill dan informasi tersebut tidak ada manfaatnya, oleh karena itu motivasi karyawan perlu dilakukan pengukuran. Ukuran yang dapat digunakan, antar lain;

  • The number of suggestion per employee, yaitu mengukur seberapa besar partisipasi per karyawan dalam pencapaian prestasi perusahaan.
  • The rate of improvement, yaitu seberapa besar partisipasi per karyawan dalam melakukan perbaikan untuk tujuan peningkatan efisiensi operasi perusahaan.







Sumber:
Anonim, 2003. Guide to a Balanced Scorecard Performance Management Methodology. Procurement Executive’s Association.
Bourdieu, P, 2006 Menyelami Dunia Televisi, Freedom Press. Yogyakarta.
Effendy, H. 2002. Mari Membuat Film, Panduan Menjadi Produser, Pustaka Konfiden, Jakarta.
Jahja, Rusfadia S. dan Muhammad .I, 2006. Menilai Tanggung Jawab Sosial Televisi, Penerbit Piramedia, Depok.
Kaplan, S. & Norton. P. D. 2002. Balanced Scorecard- Measures That Drive Performance. Harvard Business Review.
Mangkunegara, A.A., 2005. Evaluasi kinerja SDM, Refika Aditama, Bandung.
Naratama, 2004. Menjadi Sutradara Televisi, Grasindo, Jakarta
Niven, R.P, 2002. Balanced Scorecard: Step-By-Step, Jhon Willey & Son, Inc. New York.
Panjaitan, E. L. & TM. Iqbal. 2006. Matinya Rating Televisi Ilusi Sebuah Netralitas, Buku Obor, Jakarta.
Sastrahardiwiryo, S, 2001, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Penerbit Bumi Aksara Jakarta
Setyobudi, C, 2005. Pengantar Teknik Broadcasting Televisi, Penerbit Graha Ilmu, yogyakarta.

Post a Comment for "Tinjauan Teori Tentang Penilaian Kinerja"